blank
(foto ilustrasi)

Kekhasan suatu daerah, salah satunya  terletak pada bahasanya. Hal inilah yang menciptakan perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain pada segi kebahasaannya.  Perbedaan bahasa, disebut keragaman bahasa, terlihat pula pada pengaruh sosialnya yang bersifat kedaerahan.  Sehingga perbedaan tataran bunyi tampak pada semua tingkatan analisa bahasa. Ilmu bahasa yang mempelajari keragaman bahasa dan aspeknya disebut Dialektologi.

Ada kesamaan tata bunyi, kosakata, morfologi, dan sintaksis di satu kelompok masyarakat, yang disebut dialek. Namun, dalam sebuah lapisan masyarakat, dengan kata lain dalam lingkungan pekerjaan, ditemukan perbedaan karakteristik dalam pengucapan, bentuk, susunan kata, dan sebagainya sehingga ada penggolongan si A dari daerah X, si B dari daerah Y, dan seterusnya, disebut dialek sosial.

Semakin kompleks stratifikasi sosialnya, semakin banyak ditemukan dialek sosialnya. Masyarakat desa cenderung memiliki dialek sosial yang homogen dibandingkan masyarakat di kota-kota besar yang cenderung kompleks.

BACA JUGA Keragaman Bahasa dalam Konteks Sosial

Seiring perkembangan bahasa, dialek menempati posisi yang penting. Sebab ada prestige yang mengklaim kedudukan dialek tertentu memiliki standar pemakaian di masyarakat dari segi politis, seperti dialek X lebih sering digunakan dalam kegiatan keagamaan, perdagangan, dan pemerintahan.

Perkembangan kesusastraan pun cenderung memperhatikan standar bahasa baku ketika seseorang berbicara maupun menulis. Bahasa baku bisa berkembang jauh menjadi bahasa kesusastraan yang lebih mengarah pada bentuk konservatif. Sementara bahasa tutur bersifat arbitrary (berubah dari waktu ke waktu).

Secara geografis, pembagian dialek berdasarkan wilayah dibagi menjadi tiga yaitu daerah pusat (focal area atau central area), daerah peralihan (transition area) dan daerah terpencil (relic area). Daerah pusat menempati wilayah penting sebab disinilah pusat prestise yang didalamnya terdapat pusat politik, kebudayaan, dan perdagangan.

Sementara, batas pengaruh pusat terdapat daerah peralihan yang merupakan bagian yang ada di dalamnya menerima dampak inovasi yang dihasilkan oleh pusat. Sementara daerah terpencil tidak terkena pengaruh baik dari daerah pusat maupun daerah peralihan. Sehingga biasanya tak ditemukan dan sukar dimasuki unsur-unsur kebudayaan, politik, dan sebagainya.

Timbulnya ungkapan dialek bermula dari penerapan Wellentheorie, yaitu cikal dari perbedaan lokal suatu bahasa atau bagian dari linguistik histori. August Leskien (1876), mengucapkan slogannya bahwa hukum bunyi tidak mempunyai kekecualian. Hal ini dibuktikan dengan adanya dialek-dialek. pada akhirnya banyak temuan tentang dialek.

Hingga pada tahun yang sama, George Wenker ingin membuktikan Hukum Leskien dengan menyelidiki pergeseran konsonan Jerman Tinggi dan Jerman Rendah. Sebelum Wenker, pada abad XVIII di Paris terdapat Akademi Nasional yang bertugas menjaga kemurnian bahasa Prancis.

Anggapan bahwa bahasa standar atau bahasa resmi adalah unsur yang asli, tidak sama dengan bahasa yang bukan bahasa standar yang dianggap sudah mundur atau rusak. Sehingga di Paris, semua dialek yang bukan dialek Paris dianggap mengalami perusakan.

Akhirnya banyak para analis bahasa membuktikan hipotesa para ilmuwan terdahulu secara nyata dimulai dengan mengadakan pemetaan dialek-dialek.