blank
H Hayatudin ketika menulis Alquran dengan tangan di Masjid Baitul Quran KH Muntaha Al Hafidz, Kampus II Unsiq Wonosobo. Foto: Muharno Zarka

WONOSOBO (SUARABARU.ID)– Sebuah penulisan Alquran di Universitas Sains Alquran (Unsiq) Wonosobo berukuran raksasa, mencuri perhatian. Bukan hanya soal ukurannya, ternyata seluruh ayat dalam Alquran ditulis secara manual dengan tangan.

Menakjubkan! Alquran berukuran 2×1,5 meter itu disimpan di Masjid Baitul Quran KH Muntaha Al Hafidz di Kabupaten Wonosobo. Rencananya, Alquran ini akan diberikan kepada Presiden RI, Joko Widodo.

Keberadaan Alquran raksasa ini tidak lepas dari nama Hayatuddin, warga Desa Kalibeber Mojotengah, Wonosobo. Dia lah yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Penulisan Alquran Akbar Unsiq Wonosobo.

BACA JUGA: Disiplin Berlalu Lintas Tentukan Keselamatan dan Kelancaran Arus Mudik

Hayatuddin terlihat terampil menggoreskan pena di atas kertas putih berukuran besar. Kertas itu membentang di atas meja di salah satu ruangan lantai empat Masjid Baitul Quran KH Muntaha Alhafidz, Wonosobo.

Di tempat ini, pria kelahiran 6 April 1965 itu lalu menulis huruf demi huruf, hingga terangkai menjadi mushaf Alquran. Hingga saat ini, sudah 11 Alquran akbar yang selesai dia kerjakan bersama tim.

”Sudah 11 Alquran akbar yang selesai kami kerjakan. Sekarang kami sedang membuat Alquran berukuran besar yang ke-12 dan 13. Kebetulan ada yang pesan secara bersamaan, yakni Bupati Karanganyar dan Wali Kota Probolinggo,” kata dia dalam keterangannya di Wonosobo, Selasa (19/4/2022).

BACA JUGA: Bupati Wonosobo Minta Layanan Umum Masyarakat Saat Lebaran Berjalan Optimal

Dengan ukuran yang tidak biasa, 11 Alquran itu saat ini tersebar di berbagai tempat. Seperti di Bina Graha, TMII Jakarta, Perpustakaan Jakarta Islamic Center, Masjid Agung Makassar hingga di Brunei Darussalam.

Pria yang juga dosen Kaligrafi di Unsiq ini menyebut, Alquran akbar pertama diberikan kepada Presiden Soeharto, yang saat ini disimpan di Bina Graha. Selain itu, dia mengaku pernah mendapat pesanan dari warga Brunei Darussalam, yang akan menghadiahkan Alquran akbar untuk Sultan Bolkiah.

Hayatuddin sendiri mulai menulis Alquran akbar pada 1991. Dulu setelah selesai diberikan kepada Presiden Soeharto, dan saat ini ada di Bina Graha. Ada juga yang di TMII Jakarta, Perpustakaan Jakarta Islamic Center, Masjid Agung Makassar dan lainnya.

blank
Dalam menulis Alquran Akbar, Hayatudin harus dalam kondisi bersih atau suci. Foto: Muharno Zarka

BACA JUGA: Ini Cerita Eks Napiter Saat Saresehan dengan Tokoh Pemuda di Wonosobo

”Yang di Brunei, dulu itu ada warga sana pesan, katanya mau untuk hadiah Sultan. Dan Alquran kesepuluh ini dipersembahkan untuk Presiden Jokowi. Tetapi sekarang masih di sini (Masjid Baitul Quran KH Muntaha Al Hafidz Wonosobo-red),” terangnya.

Proses pembuatan Alquran akbar ini dilakukan secara manual, dengan tulisan tangan. Tidak heran, satu mushaf Alquran membutuhkan waktu 1 tahun hingga 3 tahun pengerjaan.

Namun untuk merampungkan mushaf akbar, Hayatuddin tak bekerja sendiri. Setelah selesai ditulis tangan olehnya, ornamen halaman dikerjakan rekannya, H Makruf Annas.

BACA JUGA: Bupati Wonosobo Optimis Program Food Estate Mampu Wujudkan Kemajuan Petani

”Waktu pengerjaan antara 1 tahun sampai 3 tahun, karena ini ditulis manual bukan cetak. Saya menulis, nanti ada yang mengerjakan untuk ornamennya. Untuk yang pesanan dua Alquran ini, kami hanya diberi waktu 13 bulan harus selesai,” ungkap dia.

Lebih jauh Hayatuddin menceritakan, awal mula menulis Alquran dengan ukuran yang tidak biasa ini, bermula saat mendapat perintah dari gurunya, KH Muntaha. Sebab, saat itu Alquran yang ada di pondok pesantren dirusak oleh pasukan Belanda.

”Awalnya saya diperintah KH Muntaha untuk menulis Alquran. Beliau dulu pernah melihat Alquran yang ditulis kakeknya. Tetapi rusak saat pasukan Belanda menyerbu. Nah beliau ingin membuat Alquran lagi, tetapi tidak bisa. Lalu memerintahkan saya,” tuturnya.

BACA JUGA: Bank Jateng Cabang Wonosobo Diminta Ikut Entaskan Kemiskinan

Gus Hayat, sapaan akrabnya menambahkan, Alquran akbar ini tidak diperjualbelikan. Sehingga tidak ada harga khusus. Hayatuddin menyebut, biasanya Alquran akbar digunakan sebagai hadiah.

”Kalau harganya berapa, Alquran ini tidak diperjualbelikan. Biasanya ini digunakan untuk hadiah. Dan kalau ada yang memesan, paling yang pesan memberi kami hadiah. Jadi tidak ada harganya tertentu,” pungkasnya.

Muharno Zarka-Riyan