blank
Saresehan menangkal paham radikalisme di Polres Wonosobo. Foto: SB/dok

WONOSOBO, (SUARABARU.ID)– Mantan narapidana terorisme (napiter), Khoirul Ihwan, banyak bercerita tentang pengalamannya terkait masalah gerakan terorisme saat masih terlibat dalam kelompok garis keras itu.

Dia mengaku masuk organisasi radikal, dan melakukan gerakan teroris sejak 1998. Namun tidak langsung melakukan aksi, tapi butuh waktu dan proses yang cukup panjang.

”Semula saya mondok atau masuk pondok pesantren (ponpes). Di ponpes itu saya dikenalkan partai politik (parpol) berideologi Islam dan politik Islam. Kemudian masuk dan aktif di ranah intoleransi,” akunya.

BACA JUGA: R.A. Kartini dan Seni Ukir : Angkat Derajat Seniman Ukir yang Miskin (Bag-1)

blank
Para tokoh pemuda ketika mengikuti saresehan menangkal paham radikalisme di Polres Wonosobo. Foto: SB/dok

Kisah itu dia ceritakan saat menjadi narasumber dalam ‘Sarasehan Bersama Ormas dan Tokoh Pemuda Guna Menangkal Paham Radikalisme di Wilayah Wonosobo’, yang digelar Sat Intelkam Polres setempat, di Pibee Resto, baru-baru ini.

Ihwan mengaku, seiring pemahaman yang meningkat, dia lalu mulai masuk ke gerakan radikalisme. Ketika aktif di beberapa ormas Islam, sikapnya semakin fanatik. Bersamaan dengan itu, dia juga menarik diri dari parpol.

”Demokrasi adalah perbuatan syirik dan saya keluar. Kemudian saya aktif di Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan organisasi terlarang lainnya. Masuk ranah terorisme ketika saya jihad. Waktu itu masih berani berontak belum ada UU-nya,” tegas dia.

BACA JUGA: Bupati Bantul Pastikan, ASN Dilarang Mudik Lebaran Bawa Mobil Dinas

Pada 2008, lanjut Ihwan, dirinya aktif di Jamaah Tiban Melayu, generasi ini yang paling awal memiliki paham radikal melalui medsos, lalu di blow-up ISIS pada 2015an. Kemudian menyusun strategi, mulai dari amaliah 2009 di Aceh, Jakarta dan Cirebon.

”Ke Sulawesi membuat pelatihan jihadis militer bersama Santoso. Saya dan teman saya ada banyak clash sehingga pecah. Saya menghalalkan darah dan harta semua orang termasuk keluarga saya,” bebernya.

Ihwan lalu melepaskan diri dari keluarga. Dia mengaku butuh proses panjang sembuh dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mencari banyak sumber untuk kembali, tidak berada di gerakan radikalisme lagi.

Muharno Zarka-Riyan