Oleh : Hadi Priyanto
Pada tahun 1898, Kartini, Rukmini dan Kardinah mengirimkan karya-karnyanya dalam Nationale Tentoonstelling voor Vrouwnarbeid atau Pameran Karya Wanita di Den Haag, Belanda. Dua puluh tiga karya yang dikirim adalah 2 buah lukisan pemandangan alam dengan bingkai kayu ukiran, hiasan dinding bunga tulip, hiasan dinding bergambar burung dari kain satin dalam bingkai bambu, lukisan dalam bingkai kayu ukiran still rococo, hiasan 9 buah kerang besar yang dilukis aneka pemandangan, 6 buah bambu berukir dan alat batik yang disertai dengan tulisan proses pembuatannya.
Kartini juga menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada Ratu Belanda, Wilhelmina dan Ibu Suri Ratu Emma. Bahkan kemudian oleh Ratu Wilhelmina, ketua panitia pameran, Ny. Lucardie diminta untuk membacakan surat Kartini saat ia mengunjungi stand tempat karya tiga putri Bupati Jepara ini di pamerkan. Sebab keduanya sangat tertarik pada karya Kartini dan kedua adiknya. Peristiwa itu di tulis di surat kabar Roterdamse Courant tanggal 30 Agustus 1898.
Keberhasilan dalam pameran yang kemudian dimuat diberbagai surat kabar di Belanda ini sekaligus awal mereka dikenal sebagai tiga putri bangsawan Jawa yang sangat memperhatikan seni kerajinan. Tentu ini sangat membesarkan hati Kartini, Rukmini dan Kardinah. Sebab Kartini tidak menyangka karya-karya yang dikirimkan akan mendapatkan perhatian Ratu Belanda.
BACA JUGA Di Balik Sejarah RSUD RA. Kartini Jepara, Bermula dari Bangunan Sekolah di Era RA Kartini
Keberhasilan ini sekaligus menjadi sumber inspirasi Kartini untuk membantu para seniman ukir Jepara meningkatkan penghasilannya. Sebab menurut Kartini, karya seniman ukir Jepara luar biasa indah tidak dapat terjual. Akibatnya hidup mereka miskin. Kalapun terjual, harganya sangat murah dan tergantung pada pembeli. Mereka digambarkan oleh Kartini, tinggal di rumah-rumah reyot yang dindingnya terbuat dari bambu dan beratapkan daun nipah.
Diantara yang sering dikunjungi Kartini adalah perajin yang ada di Belakang Gunung. Keindahan karya perajin Belakang Gunung ini dilukiskan Kartini dalam sebauh prosa berjudul Pojok yang Terlupakan. “Siapakah yang bisa menuntun sampai bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang begitu elok dan sempurna? Gambaran mereka yang murni dan sempurna, kesemuanya sangat harmonis. Bagaimana mungkin di tempat sesederhana itu yang jauh dari beradab?”
Karena itu Kartini ingin mengangkatnya dari kemiskinan. Ia kemudian memanggil Singowiryo, perajin terbaik dari Belakang Gunung. Kartini yang kala itu baru berusia 19 tahun kemudian menceriterakan gagasannya. Ia ingin membuat bengkel bagi seniman ukir dan meminta Singowiryo untuk memimpinnya. Tentu Singowiryo menyambut hangat keinginan putri bupati itu.
BACA JUGA Puasa Saat Hamil dan Menyusui Tak Jadi Halangan
Bengkel Kartini segera berdiri. Diawali dengan 12 orang seniman ukir. Di bawah bimbingan Singowiryo Mereka diminta Kartini membuat barang-barang seperti tempat perhiasan tempat rokok, tempat jahitan dan meja-meja kecil. Kartini juga mempromosikan keindahan ukiran Jepara kepada teman-temannya. Juga melalui surat kabar dan majalah.
BACA JUGA Kartini Sang Ayunda : Inspirasi Pemuda Pergerakan Kemerdekaan (Bag – 1)
Salah satu tuisan Kartini yang menceriterakan keindahan seni ukir dimuat di surat kabar Eigen Haard yang terdiri dari beberapa tulisan. Tulisan Kartini yang disertai dengan foto-foto ukiran kayu ini mendapatkan tanggapan dari banyak kalangan. Bahkan dr. Pijzel, salah satu rekaktur surat kabar tersebut menuliskan surat khusus kepada Kartini tentang dukungannya dalam mengembangkan seni ukir. Tulisan Kartini ini juga diterjemahkan dalam bahasa Melayu dan diterbitkan di Majalah Pewarta Warna.
Bengkel Kartini kemudian mulai berkembang dan dikenal. Banyak pesanan yang kemudian diterima. Bukan hanya barang-barang kecil, tetapi juga meja, kersi, tempat tidur dan almari berukir. Juga kursi pengantin. Kartini yang memiliki jiwa seni juga membuat motif ukiran Lunglungan Bunga. Motif ini ternyata sangat digemari masyarakat dan menjadi salah satu motif ukiran Jepara.
Bahkan Kartini juga meminta perajin membuat ukiran wayang yang kala itu sangat tabu dilakukan. Kala itu Kartini mendapatkan pesanan kotak dengan ukiran cerita wayang yang akan diberikan kepada Sri Ratu Wihelmina.
BACA JUGA Pintu Belakang, Sebuah Lorong Reproduksi Sosial Keluarga Jawa
Setelah dirasa bengkelnya cukup besar, Kartini kemudian menghubungi Oost en West yang baru saja berdiri di Batavia. Kartini menawarkan kerja sama perdagangan. Tentu Ny. N. van Zuylen Tromp, pimpinan lembaga ini menyambut hangat. Apalagi nama Kartini telah didengar saat mengikuti pameran Karya Wanita di Belanda.
Semula Oost en West hanya memesan barang ukiran kecil-kecil sebagaimana dikerjakan di bengkel Kartini. Namun karena pengerjaannya baik, pesanan terus berdatangan. Salah satu yang cukup banyak adalah pesanan untuk pesta sinterklas di Belanda bulan Desember 1902. Banyaknya pesanan ini dilukiskan oeh Kartini dalam suratnya kepada Edy Abendanon tanggal 15 Agustus 1902.
“Hore untuk kerajinan dan kesenian rakyat kami. Hari depanmu pasti akan gemilang ! Aku tdak dapat mengatakan betapa girang dan bahagia aku. Kami mengagumi rakyat kami. Kami bangga atas mereka. Rakyat kami yang kurang dikenal, karena itu kurang dihargai…… Hari depan seniman Jepara sekarang terjamin!”
BACA JUGA RA Kartini, Promotor Awal Seni Ukir Jepara
“Sekarang seniman-seniman kami dapat melaksanakan ide-ide mereka yang sangat bagus dan indah. Dapat menjelmakan gagasan-gagasan yang puitis dalam bentuk-bentuk yang indah, garis-garis yang ramping, berombak-ombak, berbelok-belok dalam pancawarna yang cemerlang”.
Dari Oost en West, Kartini juga mendapatkan motif ukir baru gaya Eropa seperti rococo, renaisance, barok, klasik dan romantis. Juga wayang dan benda-benda hidup. Berkat bimbingan Kartini para seniman Jepara dapat mengerjakan pesanan-pesanan baru.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1903, Oost en West mendirikan perusahan di Belanda yang diberi nama Boeatan. Perusahaan ini khusus menjual hasil kerajinan dari Hindia Belanda, salah satunya ukiran dari bengkel Kartini. Seni ukir Jepara mulai dikenal diluar negeri. Juga kota-kota besar di Hindia Belanda hingga bengkel Kartini kuwalahan mengerjakan. Karena itu Kartini membagi pekerjaannya dangan para seniman dari Belakang Gunung. Seperi yang dilakukan di bengkel Kartini, ia tidak mengambil keuntungan dari pemesaan barang – barang itu.
Pelan-pelan kesejahteraan para seniman ukir Jepara mulai merangkak naik. Kondisi ini mendorong para perajin di Jepara untuk mengadopsi karya ukir bengkel Kartini. Kartini, gadis bangsawan Jawa ini menjadi Ibu bagi seniman ukir Jepara, kala usianya masih sangat muda.
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID, Penulis Buku Kartini Pembaharu Peradaban dan Buku Kartini Penyulut Api Nasionalisme