blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

Absen beberapa Senin, tertarik perhatianku terhadap seorang muda bernama AN yang baru-baru ini “dikejar” oleh Bapak Presiden agar mengabdi negeri sendiri dengan kemampuannya yang luar biasa itu.

Melukiskan kondisi seperti itu, bahasa Jawa menyebutnya dengan sapa ngira.  Hal yang sama terjadi puluhan tahun lalu ketika ing atase pebisnis mebel, tetapi begitu terjun ke dunia politik, terbukti pesat sekali karir dan prestasinya, dan kini beliau adalah presiden kita. Sapa ngira.

Sapa ngira bisa saja melukiskan kejadian post factum (lampau), namun juga de facto (realitas saat ini), dan dalam contoh AN yang “dikejar” bapak presiden tadi, realitas saat inilah yang dilukiskan, sapa ngira ing atase anak muda dengan kondisi hidup dan pendidikan yang rata-rata sama dengan pemuda pada umumnya dan sebayanya; jebul kini memiliki kemampuan luarbiasa berkaitan dengan data.

Sapa ngira dalam konteks ini berarti tak seorang pun awalnya mengira, memperhitungkan, bahkan sama sekali tidak terpikirkan. Berawal dari sapa ngira seperti ini, mungkin saja lalu berkembang prediksi-prediksi bersifat sapa ngerti (siapa tahu) kelak orang itu akan bla…….bla………bla.

Alur bernalar  dari sapa ngira menjadi sapa ngerti adalah cara asli (genuine) orang Jawa manakala menghadapi fakta hidup yang sangat mungkin terjadi anomali dalam wujud apa pun.

Alur Bernalar

Kalau saat ini sedang terjadi anomali iklim maupun cuaca dan dalam beberapa hal sangat sulit diprediksi, alur bernalar di ujung sini sapa ngira dan di ujung sana sapa ngerti memberikan ruang gerak bebas orang untuk memiliki prediksi sendiri-sendiri. Sapa ngira AN memiliki kemampuan seperti itu, dan sapa ngerti nantinya dia akan bla……bla……bla.

Namun jangan lupa, alur bernalarnya dapat terjadi sebaliknya, yakni bermula dari sapa ngerti di ujung sini, dan bergerak pesat menuju sapa ngira di ujung sana. Alur bernalar dari sapa ngerti ke sapa ngira ini subur ketika manusia, -melalui berbagai olah rasanya disertai permohonan khusus- , berserah diri kepada Sang Khalik.

Baca Juga: Ibu Kota Baru Bernama NUSANTARA

Manusia berserah dan bermohon, dan membiarkan Sang Khalik berkarya bahkan termasuk lewat pangeram-eram (mujizat-NYa) sekali pun. Dalam kondisi seperti ini, manusia hanya berharap sapa ngerti akan terjadi hal-hal di luar kemampuannya, dan kelak akan mengalami hal-hal yang tidak terkirakan (sapa ngira).

Dibawa ke tataran berpikir dan refleksi lebih tinggi lagi, hidup ini memang harus diakui oleh siapa pun, betapa selalu berada dalam titian antara banyak hal yang selalu mengagumkan, dan kita meniti terayun-ayun juga ke dalam banyak hal yang mencemaskan.

Dalam dunia politik berpemerintahan hal itu justru sangatlah tampak jelas. Ada banyak hal yang sangat-sangat mengagumkan sedang dan telah terjadi dalam politik pemerintahan kita; namun pada sisi yang sama ada juga sejumlah hal yang mencemaskan.

Sapa ngira, sapa ngerti; sapa ngerti lan sapa ngira.

(JC Tukiman Tarunasayoga Pengajar Community Development Planning)