Senja Indah Akhir Tahun
Tepat di seberang warung, beberapa pemuda dan pemudi berpakaian adat Jawa menyambut kami dan siap menjawab semua pertanyaan seputar Puncak Botorono. Tempat wisata ini dibuka 24 jam sehari. Pada hari libur jumlah pengunjung mencapai 500-600 orang.
Dari pemberhentian ojek, untuk mencapai Puncak Botorono kami harus berjalan sekitar 200 meter menapaki tangga terjal bercat biru. Di ujung tangga terbawah ada sebuah aquarium berukuran besar dengan ikan-ikan lokal.
Di sisi kanan-kiri tangga ada beberapa gazebo yang sengaja disiapkan untuk wisatawan beristirahat sejenak menghela napas. Semuanya masih nampak anyar karena baru dibangun tujuh bulan yang lalu.
Bagi saya yang sudah tergolong manula, pengaturan trek Puncak Botorono ini cukup ramah karena rasanya tidak sangat berat memacu jantung dan paru-paru. Hanya butuh 10 menit berjalan mendaki tangga untuk sampai ke puncak.
Setiba di puncak, jam menunjuk angka 11,40. Segala upaya lunas terbayar. Cuaca cerah sehabis hujan menyuguhkan panorama alam yang dramatis.
Hijau tetumbuhan di kaki Gunung Sumbing nampak serasi dengan warna biru langit cerah, di atasnya sisa mendung kelabu masih nampak tipis-tipis berpadu gumpalan awan putih bersih berpendar sinar matahari siang. Sungguh melampaui sapuan kuas seorang maestro.
Di sore hari menjelang senja, cakrawala di Puncak Botorono juga menggelar drama alam lain berupa sunset yang sangat indah. Ini menjadi alternatif lain, di tengah tempat serupa yang lebih banyak menawarkan pemandangan matahari terbit.
Memandang matahari tenggelam di akhir tahun Jumat sore esok, sebuah kenangan tak terlupakan. Sebuah drama indah di Puncak Botorono.