blank
KH Charis Rohman, kandidat Ketua Tanfizdiyah PCNU Kabupaten Jepara.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Zaman bergerak dinamis. Generasi baru terus bertumbuh dan berdialektika dengan generasi sepuh. Ruang-ruang untuk menjawab masa depan menjadi tantangan tersendiri di tengah kompleksitas persoalan. Problematika akidah dan ideologi, penguatan organisasi, sumber daya manusia, juga masalah keuamatan seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan budaya baru akan menjadi tantangan tersendiri. Organisasi berbasis keumatan seperti Nahdlatul Ulama mesti terus bisa menjawab zaman dengan cara-cara yang efektif, tanpa kehilangan nilai-nilai luhur yang telah diletakkan para pendiri dan sesepuh NU.

Hal itu dikemukakan Kiai Syariful Wa’i, aktivis NU yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Athfal Islam Pecangaan Jepara. Ia mengatakan itu, Senin (7/11) terkait Konferensi Cabang (Konfercab) NU yang akan berlangsung pada 15 November mendatang di Balekambang Kecamatan Nalumsari, Jepara. “Ruang lingkup gerak organisasi NU itu selalu terkait dengan dimensi akidah, jamiyah (keorganisasian), kepesantrenan pesantren, dan dimensi yang lebih luas, yaitu keumatan (raiyyah), khususnya nahdliyin. Semua dimensi ini punya problematikanya masing-masing yang perlu dijawab. Konfercab adalah ruang strategis untuk mengelaborasi dimensi-dimensi tersebut, sekaligus siapa nanti yang pantas, mampu, dan terpilih untuk mengurus NU Jepara lima tahun mendatang,’’ kata Syariful Wa’i.

Terkait beredarnya sejumlah kandidat di media massa dan media sosial, sejumlah kalangan aktivis NU dan kiai muda kini sedang mengomunikasikan KH Charis Rohman ke para sesepuh dan kiai NU untuk maju sebagai kandidat ketua tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara dalam konfercab nanti. Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara Gus Ahmad Sahil membenarkan hal itu. “Ya, saya lihat sudah ada nama-nama yang muncul di media. Ada yang menarik karena lingkaran aktivis NU juga para kiai muda memunculkan Kiai Charis Rohman sebagai sosok yang tepat untuk diusung dalam Konfercab sebagai calon ketua tanfidziyah,’’ kata Gus Sahil.

Nama Kiai Charis Rohman yang kini menjadi Rais Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Mlonggo beredar luas sebagai salah satu kandidat kuat. Alumnus Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur ini dianggap sebagai “generasi segar” NU yang bisa mensinkronkan generasi muda dan sepuh di tubuh NU, serta diyakini mampu bersinergi dengan para pemangku kebijakan untuk membawa Jamiyah ke ruang khidmah yang efektif.
“NU butuh generasi segar yang dapat mengurus NU tanpa beban-beban psikologis maupun beban-beban politis yang bisa menghambat. NU butuh dirijen yang komunikasinya cair dan efektif ke berbagai pihak. Ini penting karena problematika keumatan kian kompleks. Saya melihat Kiai Charis yang masih berusia 46 tahun yang luwes ke anak-anak muda dan para sesepuh ini orang yang tepat. Apalagi nanti akan didukung dengan tim yang bisa memperkuat fungsi-fungsi organisasi,’’ kata Gus Sahil.

Ia menyinggung keterkaitan NU dengan generasi muda dan sepuh karena hal itu perlu ada sinergitas. “Selain penguatan organisasi, NU kini punya tantangan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menopang program-program khidmah keumatan dan keorganisasi. Ini butuh kaum muda progresif dan berkompeten, dan Kiai Charis adalah orang yang tepat’’ lanjut dia.

Sehari-hari Kiai Charis mengurus NU di Kecamatan Mlonggo. Ia juga aktif mengisi pengajian, istikamah menjaga tradisi pesantren dengan mengkaji Kitab Ihya Ulumiddin dan Kitab Hikam bersama lintas alumni Pesantren baik itu Pesantren Sarang (Rembang), Kajen (Pati), dan Ploso (Kediri) . Saat pandemi dan menjadi sorotan publik ia beberapa kali terlihat aktif bersama tim dari Lembaga Bahtsul Masail NU Jepara mengomunikasikan dan merumuskan solusi problematika syariah keagamaan terkait penanganan pemulasaraan jenazah yang terkena Covid-19 ke Pemkab Jepara.

Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri KH Zaenal Umam (akrab disapa Gus Umam) mengatakan NU tak bisa meninggalkan tradisi pesantren, bahkan sebaliknya harus memperkuat dan menjaganya. ‘’NU itu titik pangkal awal berdirinya berbasis pesantren. Ada ulama, santri, pondok pesantren, juga umat. Apalagi pendidikan, termasuk didalamnya pondok pesantren menjadi salah satu prioritas urusan NU. Ini harus diperkuat dan dijaga. Spektrum wilayah khidmah NU kini makin luas dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Harus ada skala prioritas yang dijawab organisasi secara efektif,’’ kata Gus Umam.

Ua/Hadepe