blank
Memprihatinkan, angka tidak sekolah (ATS) di Wonosobo cukup tinggi. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABADU.ID)-Terkendala letak geografis pegunungan dan kontur tanah yang relatif tidak rata menjadi salah satu penyebab Angka Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah cukup tinggi.

Menurut data BAPPEDA Wonosobo dalam rapat tertutup yang diikuti lintas sektor dalam penanganan ATS, menyebutkan terdapat sebanyak 27.181 anak usia 7-18 tahun di daerah ini masuk dalam kategori belum pernah sekolah dan tidak sekolah lagi.

Hal tersebut, tentu perlu perhatian dan penanganan yang lebih serius. Sebab, di saat pemerintah daerah tengah berupaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, justru angka ATS cukup tinggi.

Kepala Bidang Pemerintahan Sosial dan Budaya, Bappeda Wonosobo, Amin Purnadi, mengatakan untuk menekan tingginya ATS, seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) sudah saatnya ikut mengangkat gagasan berupa Program Mayo Sekolah (PMS).

Program Mayo Sekolah atau Ayo Sekolah ini memiliki visi yakni meningkatkan kualitas pendidikan, diantaranya yakni menangani anak tidak mau sekolah untuk kembali ke bangku pendidikan di sekolah.

“Kami mengajak seluruh OPD di Wonosobo untuk turut membantu menekan tingginya ATS di Wonosobo, melalui Program Mayo Sekolah,” terangnya saat rapat koordinasi lintas sektor, Senin (11/10).

Dalam rapat tersebut, Amin Purnadi menegaskan selanjutnya akan melakukan upaya pemetaan data secara terpadu agar tidak terjadi tumpang tindih data, kemudian akan dilakukan tahapan rencana aksi daerah.

Faktor Geografis?

blank
Faktor geografis menjadi penyebab angka tidak sekolah (ATS) di Wonosobo cukup tinggi. Foto : SB/Muharno Zarka

Menurut Kasubid Pendidikan dan Kebudayaan Bappeda Wonosobo, Sri Fatonah WI tingginya ATS di Wonosobo diakibatkan letak geografis pegunungan dan kontur tanah yang relatif tidak rata sehingga anak sulit untuk mengakses pendididikan.

“Masih ada desa atau dusun terpencil di Wonosobo dengan tingkat kesulitan beragam untuk mencapai sekolah terdekat, baik SD, SMP dan SMA,” katanya.

Dari data peta layanan transportasi dan sebaran SMP, tidak semua sekolah berada dijalur transportasi, sehingga jarak rumah dengan sekolah cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

Menurutnya biaya tambahan transportasi seperti penggunaan ojek atau sepeda motor pribadi untuk anak usia sekolah, bisa menjadi salah satu beban tambahan untuk para orang tua.

Tingginya angka ATS berdampak pada rendahnya rata-rata lama sekolah (RTLS) di Wonosobo. RLTS di daerah ini baru masuk kisaran anggka sembilan tahun. Itu artinya baru masuk sekolah di tingkat SMP/Mts.

Dari data tahun 2020 RTLS di daerah ini masih berada diangka 6,81 tahun, jauh dibawah RTLS Provinsi Jawa Tengah yang telah berada diangka 7,69 pada tahun 2020.

“Di kawasan regional eks karisidenan kedu, Wonosobo berada poisis paling bawah sehingga diperlukan penanganan yang serius dari berbagai pihak agar kondisi tersebut bisa segera diperbaiki,” terangnya.

Muharno Zarka