SEMARANG (SUARABARU.ID) – Wartawa di lapangan tidak perlu mendapatkan izin pejabat untuk meliput suatu kegiatan. Hal itu diungkapkan Pengurus Lembaga Advokasi Wartawan PWI Jateng Dio Hrmansyah Bakrie, terkait ucapan Kepala Satpol PP Kota Semarang, bahwa yang meliput kegiatan Satpol PP harus izin dia.
Diungkapkan pula oleh Dio, Jumat (4/12), tidak dibenarkan seorang wartawan dalam bertugas di lapangan, harus izin dengan pejabat atau pihak terkait. Pernyataan Dio ini juga berkaitan dengan
Baca juga Mobil Satpol PP Razia Melawan Arus Lalin di Jalan Arteri Soekarno-Hatta
maraknya pemberitaan yang beredar di beberapa media online, yang memuat pernyataan Kepala Satpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto, yang menyebut “wartawan bodrex”, terhadap wartawan yang secara tidak sengaja meliput tindakan petugas Satpol-PP saat melakukan razia melawan arus lalu lintas, di Jalan Soekarno Hatta, Semarang, pada Rabu Siang (2/12/2020) lalu.
Baca juga Mobil Satpol PP Razia Melawan Arus Lalin di Jalan Arteri Soekarno-Hatta
Menurut Dio, dalam institusi PWI tidak ada istilah “wartawan bodrex” bahkan di dalam buku kode etik jurnalistik juga tidak disebutkan. “Kok ini seorang pejabat bisa langsung menvonis wartawan seperti itu. Ini sudah pencemaran nama baik pekerja pencari berita,” ucapnya, Jumat (4/12/2020).
Setiap wartawan dalam bertugas, lanjutnya, sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Karena tugas wartawan memonitor segala kebijakan dan penerapan, sekaligus memantau kinerja pemerintah.
“Terus kok menuduh wartawan IndoGlobeNews.co.id itu sebagai wartawan bodrek, itu maksudnya apa? Dasarnya dari mana? Jangan merasa, sebagai pejabat terus asal nuduh seperti itu. Profesi Wartawan itu ada dilindungi undang-undang lo. Bisa jadi delik aduan ini nantinya,” ucapnya.
Dikatakan Dio lagi, ia juga tidak memungkiri ada pekerja pers yang tidak amanah. Namun tidak semuanya, jadi harus dicek lebih dulu sebelum menyimpulkan.
“Tindakan dan tudingan Kasatpol PP Kota Semarang ini, sudah di luar kendali seorang pejabat pemerintah. Harus segera diingatkan pejabat seperti ini,” tegasnya.
Selain itu, Kata Dio, ia mengingatkan pula, jika terbukti ucapan Kasatpol PP tersebut salah, bisa-bisa terjerat UU No 40 Tahun 1999.
“Hal ini bisa dijerat pidana dengan ancaman dua tahun atau denda Rp 500 juta. Karena berusaha atau mencoba menghalangi profesi wartawan,” terang Dio.
Diungkapkan pula oleh Dio, bahwa tidak dibenarkan, seorang wartawan dalam bertugas di lapangan, harus izin dengan pejabat atau pihak terkait.
Dia mempertanyakan pernyataan Fajar Purwoto yang menyebut wartawan harus izin dia untuk meliput kegiatan Satpol PP. Menurut Dio, ini tidak bisa dibenarkan. “Wartawan itu kan kebetulans edang berada di lokasi, dan melihat anggota Satpol PP yang sedang melakukan razia. Kalau kemudian wartawan itu meliput, memang sudah menjdi tugasnya. Tidak harus izin,” kata Dio.
Dio memberikan contoh, kalau misalnya ada seorang pejabat yang diduga korupsi, apakah wartawan harus izin dulu buat meliputnya. “Ini pembredelan namanya. Kecuali izin buang air besar ketika wawancara. Nah, itu lumrah,” ujarnya.
Melihat permasalahan ini, Dio sangat mendukung segala upaya perusahaan pers yang diganggu oleh kesewenangan pejabat di pemerintahan. ”Kita akan dukung secara hukum jika pejabat itu benar-benar menyalahi aturan UU No 40 tahun 1999. Apalagi pencemaran nama baik wartawan dengan berujar wartawan bodrex,” pungkasnya.
Absa-trs