blank
Ilustrasi. Foto: dok

blank

MENURUT  kisah turun-temurun, akar pohon mimang itu dapat memengaruhi orang menjadi bingung. Berawal dari sekedar ingin tahu, 15 tahun lalu, saya membeli akar mimang dari kolektor di Yogyakarta.

Kolektor itu mengisahkan, suatu saat ada tetangga yang pembantunya sering memasukkan lelaki ke dalam kamar. Majikannya lalu minta secuil akar mimang dan diselipkan pada pintu pagar. Yang terjadi kemudian, saat lelaki itu masuk pekarangan rumah majikan, dia hanya jalan berputar-putar.

Ketika sebagian akar sudah menjadi milik saya, yang pertama kali memanfaatkan adalah pembaca buku, seorang guru asal Kudus yang pada tahun 1997 dinas di luar Jawa. Dia mengadu lembaga pendidikannya sering diganggu penduduk asli.

Saya lalu memberinya akar mimang untuk nanti ditanam pada lokasi sekolah. Pikir saya, inilah  saatnya menjadikan tamu itu sebagai kelinci percobaan. Yang awal kali terjadi justru di luar rencana. Pagi hari, dalam perjalanan ke tempat tugas, PNS itu menghubungi saya via ponsel. Dia menceritakan ada kejadian unik dalam perjalanan bus ke luar Jawa.

Yaitu, saat mau masuk gerbang tol Surabaya, bus berputar-putar hampir setengah jam untuk mencari gerbang tol. Tamu itu mendengar pembicaraan sopir dan awak bus yang bingung. Jangan-jangan kejadian itu pengaruh akar mimang yang dibawanya, pikirnya.

Dua minggu kemudian, PNS itu menghubungi saya lagi. Dia melaporkan setelah empat sudut lokasi sekolah ditanami cuilan akar mimang, secara bertahap gangguan mulai berkurang hingga kemudian tidak ada lagi.

Gunung Lawu

Menurut Budi Hadono, kolektor “kayu magis” asal Yogyakarta, tempat saya mendapatkan akar mimang itu, riwayat perolehan akar mimang yang saya beli itu berasal dari Gunung Lawu. Tepatnya jalur pendakian yang disitu sering terjadi fenomena aneh, yaitu banyak pendaki tersesat bahkan tidak sadar kembali ke jalan yang semula dilewati.

Warga menduga, pada jalur pendakian itu ada akar mimang melintang jalan. Warga lalu menggalinya. Dugaan itu benar. Saat  digali, disitu ditemukan akar mimang yang kemudian dibagi-bagi, dan sebagian jatuh ke tangan kolektor itu.

Tentang “tuah” akar mimang, konon, jika seseorang kakinya tersandung, atau melangkahi, maka hilanglah kesadarannya alis linglung. Dan saking kuatnya legenda itu, ketika ada orang diajak bicara tidak mampu fokus, orang sering menyebutnya seperti orang tersandung akar mimang.

Saya memandang ini termasuk alamiah. Bisa jadi, akar pohon itu memiliki radiasi  tertentu yang dapat memengaruhi pikiran orang yang dalam kondisi batin tertentu pula.

Fenomena kayu “bertuah” ternyata juga ada di hutan Kalimantan. Misalnya, ada kayu menang untuk menetralkan kebingungan akibat akar mimang, bahkan ada juga akar kayu menang yang bisa dijadikan “jimat” keselamatan, agar saat berkelahi, perdebatan, menyerang markas musuh pun diyakini bisa menyebabkan kemenangan.

Sabda Berjamaah

Saya pernah tanya kepada pelaku spiritual, kenapa akar mimang itu mengandung tuah, khususnya membingungkan? Olehnya dijawab,”Itu akibat dari keyakinan berjamaah yang sudah diyakini secara masal dari satu generasi ke generasi.”

Misalnya, sebagian masyarakat tradisional, jika ketemu orang bingung atau linglung, mereka berseloroh, “Kamu seperti habis kesandung akar mimang.”  Nah, boleh jadi ini semacam mimetika dalam istilah psikologi, yaitu sesuatu yang sering ucapkan, dibahas dan diyakini maka  semakin berkembang pula efek alamiahnya.

Tuah pada kayu tertentu juga tertuang dalam kidung Rumeksa Ing Wengi, ciptaan Kanjeng Sunan Kalijaga dengan kalimat kayu aeng lemah sangar. Artinya, kayu keramat tanah angker.

Lantas bagaimana jika akar mimang itu sudah berbentuk mata cincin atau aksesoris lain? Nah, yang ini perlu diragukan. Karena keaslian dan akar mimang itu, selain berbentuk tepuk (melingkar dan saling bertemu) ketika akar itu belum diambil, disitu sering terjadi berulang kali orang mengalami hilang akal, bingung, berjalan namun selalu kembali lagi kelokasi tersebut.

Kayu Bana Melayu

Menurut Bang Beni Budaya, Guru Besar Silat Panca Suci, Tuhan menciptakan benda-benda di muka bumi itu memiliki derajat masing-masing. Demikian juga dengan batu-batuan, dan makhluk  lainnya memiliki derajat masing-masing, itulah yang kami sebut  “barang semula jadi”.

Misalnya jika derajatnya untuk kekuatan, maka manusia tak payah-payah melakukan ritual. Dalam tradisi Melayu ada jenis kayu yang memiliki energi metafisis. Misalnya kayu Bana yang tumbuh tanpa cabang dan daun. Tumbuhnya menjulang lurus dan ketika kayu itu tumbuh, harimau berusaha menggigitnya agar kayu itu tidak tumbuh. Dan kayu itu bisa diketahui umurnya dari jumlah ruasnya. Kayu itu oleh para guru di Melayu dijadikan  tongkat atau disimpan.

Biasanya para perantau membawa secuil kayu bana untuk penunggu dalam dompet. Bagian dari kayu bana ini kadang menghitam karena bekas gigitan harimau, agar kayu itu tidak jadi tumbuh.

Selain kayu bana, termasuk yang disebut “Barang Semula Jadi”  adalah ari-ari kucing yang diyakini berderajat untuk pengasihan dan kemakmuran. Dan ini  menjadi rahasia turun-temurun bagi orang Minang.

Masruri, praktisi dan konsultan supranatural tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati