blank
Oleh: Hanifatur Rosyidah, S.SiT, MPH

TANGGAL 1-7 Agustus dimaknai sebagai pekan menyusui se-dunia atau World Breastfeeding Week (WBW). Tema yang diangkat pada WBW tahun 2020 ini adalah “support Breastfeeding for healthier planet” atau mendukung menyusui dapat membuat bumi lebih sehat.

Sebagian dari kita akan bertanya-tanya, apa hubungannya antara menyusui dan bumi, dan bagaimana bisa menyusui dapat membuat bumi lebih sehat?

Menurut riset yang dirilis di British Medical Journal, bahan baku ASI tidak membutuhkan sumber daya alam, seperti air, timah, dan alumunium foil. Menyusui juga diyakini ramah lingkungan, karena tidak menghasilkan limbah, seperti kardus, kaleng dan limbah lainnya.

Lain halnya dengan produksi susu formula. Produksi susu formula untuk bayi dan balita memperburuk kerusakan lingkungan dan dapat menjadi masalah yang seharusnya menjadi perhatian secara global. Produksi susu formula menyumbang sekitar 30% dari gas rumah kaca.

Pada tahun 2009, sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula bayi menyumbang sampah sebesar 86.000 ton logam dan 364.000 ton kertas setiap tahunnya. Dana yang dibelanjakan untuk pemasaran susu formula bayi di seluruh dunia diperkirakan mencapai lebih dari 6 miliar dollar dalam satu tahun atau sekitar 87 triliun rupiah. Biaya ini mencakup kertas, plastik, dan transportasi di berbagai tahap dalam produksi, pemasaran, dan penjualan susu formula.

Secara global, menyusui selama enam bulan dapat menghemat sekitar 95-153 kg CO2 (karbon dioksida) per bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Jika semua bayi di Inggris diseberikan ASI secara eksklusif hingga 6 bulan, maka dapat menghemat emisi karbon yang setara dengan mengeluarkan 50.000 hingga 77.500 mobil ke jalan selama satu tahun. Lebih dari 2.8 juta ton CO2 dihasilkan dari 0,72 juta ton susu formula yang dijual setiap tahunnya di enam negara.

Sejak tahun 1981, Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), telah merumuskan kode etik pemasaran susu formula. Kementrian kesehatan Republik Indonesia juga telah menyusun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 39/tahun 2013 tentang susu formula bayi dan produk bayi lainnya.

Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa, setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya, kecuali dalam keadaan adanya indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi.

Indikasi medis yang dimaksud meliputi bayi dengan kelainan metabolism bawaan, bayi dengan berat badan lahir rendah, dan ibu dengan HIV.

Keadaan ibu tidak ada atau ibu terpisah dari bayi, meliputi ibu meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, ibu tidak diketahui keberadaanny, atau ibu terpisah dari bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.

Namun pada kenyataannya, Indonesia belum sepenuhnya menerapkan kode etik pemasaran susu formula tersebut.

Strategi

Pada pekan menyusui sedunia tahun ini, UNICEF dan WHO menyerukan kepada pemerintah setiap negara untuk melakukan beberapa strategi, meliputi invest, train, ensure, partner, and protect.

Meningkatkan anggaran untuk program menyusui dan peningkatan pemantauan implementasi kebijakan, program dan layanan. Memastikan ketersediaan konseling menyusui yang terampil bagi setiap wanita.

Melatih petugas kesehatan, termasuk bidan dan perawat, untuk memberikan konseling menyusui yang terampil kepada ibu dan keluarga.

Memastikan bahwa konseling tersedia sebagai bagian dari layanan kesehatan dan gizi rutin yang mudah diakses.

Bermitra dan berkolaborasi dengan masyarakat dan asosiasi profesi kesehatan, membangun sistem kolaboratif yang kuat untuk penyediaan konseling yang tepat.

Melindungi tenaga kesehatan dari pengaruh perusahaan susu formula atau industri makanan bayi lainnya.

Jika pemerintah Indonesia komitmen menerapkan strategi tersebut, dipastikan setiap ibu memiliki akses ke konseling menyusui yang terampil, sehingga mereka dapat memberikan nutrisi terbaik untuk bayinya sejak awal kehidupan.

(Hanifatur Rosyidah, S.SiT, MPH, Dosen Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang Women Deliver Young leader)