blank
Daru Puji Hidayat, saat menyiapkan alat-alat yang dipergunakan untuk penjemputan pasien covid-19 di Grobogan. Foto : Hana Eswe.

GROBOGAN (SUARABARUM.ID) – Selama penanganan covid-19 di Kabupaten Grobogan, tidak hanya tim medis di rumah sakit saja yang sibuk mengurus pasien. Namun, tenaga kesehatan, lainnya juga turut disibukkan melakukan penanganan pasien.

Salah satunya, Daru Puji Hidayat. Tiga tahun terakhir, ia berdinas aebagai Fasilitator Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dinas Kesehatan Grobogan. Namun, selama pandemi covid-19 ini ia mendapatkan amanah bersama Tim Public Safety Centre (PSC) 119 Si Sigap sebagai tim covid-19 Kabupaten Grobogan.

Ditemui di Markas PSC 119, Daru menceritakan pengalaman barunya yang dirasa luar biasa. Pasalnya, sebelum menjalani tugas ini, ia terbiasa menjemput pasien dengan penyakit biasa dan tidak menular.

”Saat itu para tenaga medis (nakes) banyak yang takut menjemput pasien covid-19. Itu awalnya pada saat ada satu kasus di Kecamatan Geyer dan harus diambil. Saya melihat SOP RSUD dr Soedjati dalam pengambilan pasien, terpenting menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker medis, jubah pelindung (baju hazmat), sarung tangan, face shield, hingga sepatu boot,” jelas Daru.

Sama halnya dengan tenaga kesehatan yang menangani pasien covid-19 di RS, Daru mengatakan, petugas ambulans juga berpotensi terpapar saat memberi layanan antar-jemput pasien terindikasi tersebut.

”Setelah saya dan beberapa kawan melihat SOP penjemputan pasien di Geyer itu. Mulailah dibentuk PSC 119 Si Sigap. Selang dua hari ada kasus terkonfirmasi di Kecamatan Pulokulon. Itulah awalnya saya melakukan penjemputan pasien,” ujar pria kelahiran Grobogan, 7 Januari 1993 ini.

Pengambilan pasien dengan status covid-19 ini memang dilakukan langsung oleh PSC 119, lantaran saat itu kondisi petugas nakes di Pulokulon masih kekurangan APD hingga ambulan dalam keadaan tidak standar. Hal itu membuat PSC 119 Dinkes Grobogan turun. Mereka berkolaborasi dengan RSUD dr Soedjati Purwodadi untuk menjemput pasien tersebut.

blank
Menggunakan baju hazmat atau jubah pelindung ini tidak asal pakai saja. Daru harus berhati-hati supaya saat bertugas tidak terkontaminasi benda asing dari luar. Foto : Hana Eswe.

Dijauhi Teman

Daru mengakui, meski pengalaman pertama menjemput pasien Covid-19, baginya tak ada rasa kecemasan yang berlebihan dalam dirinya. Prinsipnya untuk tetap waspada saat menjalani tugasnya tersebut.

”Tidak seperti yang masyarakat cemaskan. Waspada boleh tapi jangan terlalu panik sampai berlebihan, sehingga pasien malah jadi didiskriminasi. Saya pun sempat merasakan hal yang sama, misalnya dijauhi teman. Baik ODP dan PDP jika dalam keadaan sehat tak begitu menyeramkan,” ungkapnya.

Daru mengungkapkan, masyarakat yang selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), melakukan social distancing dan physical distancing, selalu jaga kebersihan dan imunitas yang baik, maka ia akan baik-baik saja.

”Saat kali pertama saya bertugas, saya tetap pegang standar operasional prosedur (SOP) keselamatan. Mulai dari diri pribadi sampai kendaraan yang digunakan, sehingga paparan untuk kami dapat seminimal mungkin,” katanya.

Ditambahkan, petugas juga diharuskan langsung mandi. “Ini wajib karena tidak boleh masuk ruangan yang dipakai banyak orang dulu sebelum mandi dan ganti pakaian,” ungkapnya,” tambahnya.

Pengalaman unik lainnya yaitu, respon masyarakat sekitar tentang tugasnya itu. Mulai dari tanggapan masyarakat yang berlebihan saat mobil ambulans lewat.

”Pengalaman unik selama bertugas menjemput pasien covid-19 banyak sekali, ya. ”Terutama respons masyarakat. Kalau ada mobil ambulan yang lewat. Mereka terkadang sangat berlebihan. Ada yang menutup mulut, hidung, dan muka. Ada yang lari menjauh. Bahkan, ada yang malah merekam. Padahal yang terpenting adalah PHBS, rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir dan pakai masker,” tutup Daru.

Hana Eswe-trs