blank
Bupati Grobogan, Sri Sumarni, naik kereta kencana bersama keluarganya dalam kirab Boyong Grobog, Selasa (3/3/2020). Foto : Hana Eswe.

GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Sebuah tradisi turun temurun dilakukan Pemerintah Kabupaten Grobogan untuk mengenang hari jadi setiap tanggal 3 Maret. Tradisi itu bernama Boyong Grobog.

Tahun ini, tradisi Boyong Grobog ini kembali digelar pada Selasa (3/3/2020). Seperti biasa, kirab Boyong Grobog ini dimulai di titik pertama, yakni di Kantor Kelurahan Grobogan.

Kantor Kelurahan Grobogan dulunya merupakan ibukota Kabupaten Grobogan pada masa kejayaan Adipati Puger.

Pada tanggal 4 Maret 1726, ibukota Kabupaten Grobogan berpindah ke Purwodadi, yang dipusatkan di Pendopo Kabupaten Grobogan.

Masyarakat Kabupaten Grobogan selalu menantikan momentum yang diadakan setiap satu tahun sekali dalam rangka hari jadi.
Seperti yang terlihat pada Kirab Boyong Grobog dalam rangka hari jadi ke 294 Kabupaten Grobogan.

Masyarakat sudah menunggu di sepanjang jalan Purwodadi-Pati. Terutama para pelajar. Mereka menyapa Kapolres Grobogan, AKBP Ronny Tri Prasetyo Nugroho dan Dandim 0717/Purwodadi, Letkol Inf Asman Mokoginta, yang menaiki kuda memimpin rombongan kirab Boyong Grobog ini.

Tak hanya itu, Bupati Grobogan, Sri Sumarni yang berada di atas kereta kencana bersama keluarga menyapa masyarakat yang sudah menunggu kehadirannya berjam-jam.

Dengan mengenakan pakaian adat khas Jawa Tengah (Solo), Bupati dan keluarganya melambaikan tangan dan menyapa masyarakat.

Jajaran Forkopimda Grobogan, yakni Sesda Grobogan Moh Soemarsono, Ketua DPRD Agus Siswanto, Ketua PN Purwodadi Chyrilla Nur Endah, Ketua PA Purwodadi, Kajari Grobogan, juga ikut menggunakan pakaian adat Jawa bernuansa ungu.

Sementara jajaran kepala OPD dan kepala desa serta camat se Kabupaten Grobogan didaulat menggunakan pakaian adat jawa berwarna hitam untuk kaum pria dan kebaya bernuansa ungu
untuk wanita.

Mereka dilibatkan untuk berperan serta dalam even tradisi Boyong Grobog tahun 2020 ini.

“Setiap ada momen Boyong Grobog ini, saya selalu menunggu meskipun harus nunggu berjam-jam. Itu karena saya ingin anak-anak saya bisa menghargai sejarah daerah kelahirannya,” ujar Trisnawati, warga Getasrejo yang ikut menonton kirab tersebut.

Selama pelaksanaan boyong grobog ini berjalan dengan tertib. Warga yang menonton diminta untuk tidak terlalu ke tengah.

Sementara, arus lalin dari arah utara (Pati) ke arah selatan (Solo) dialihkan sementara hingga pelaksanaan kirab Boyong Grobog selesai sekitar pukul 11.00 WIB.

Hana Eswe-Wahyu