blank
ANGKA KEMISKINAN: Kepala Bappeda Jateng Prasetyo Aribowo (dua dari kanan), saat menjelaskan angka kemiskinan di Jateng pada konferensi pers di Gedung A lantai 1 Kantor Gubernur Jateng, Rabu (22/1/2020). Foto: heri priyono

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Upaya penurunan angka kemiskinan di Jateng ternyata dua kali tertinggi se-Indonesia, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pun mengaku belum puas. Karena data dari BPS, penurunan jumlah penduduk miskin di Jateng baru mencapai 0,22 persen atau sebanyak 63.830 orang sampai September 2019.

”Targetnya harus tetap dipacu. Jika pada 2019 angkanya 10,58, pada 2020 kita targetkan angka kemiskinan menjadi 9,81 persen. Pada 2021 menjadi 9,05, 2022 jadi 8,27 dan 2023 angkanya jadi 7,48,” kata Ganjar.

BACA JUGA : Dokumen Penting Rusak, Dinas Arpus Siap Layani Perbaikan Gratis

Sedangkan menurut Kepala Bappeda Provinsi Jateng, Prasetyo Aribowo saat menggelar konferesi pers di Gedung A lantai 1 Kantor Gubernur Jateng, Rabu (22/1/2020) menjelaskan, tidak hanya peran pemerintah saja dalam penurunan angka kemiskinan di Jateng, tetapi juga masyarakat dan dunia usaha.

”Pemprov juga melakukan pemutakhiran data, memberikan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan program padat karya tunai. Selain itu juga mengendalikan inflasi daerah dan mengantisipasi kejadian bencana. Karena dampak bencana salah satunya membuat masyarakat miskin bertambah,” katanya.

Untuk itu, tambah Prasetyo, masyarakat pun diajak untuk lebih peduli dengan lingkungan, aktif dalam gotong royong. Sementara untuk dunia usaha, diharapkan turut serta dalam pemberdayaan masyarakat dan membantu memberikan bantuan sosial melalui program CSR-nya.

blank
Prasetyo Aribowo. Foto: heri priyono

Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jateng itu juga menambahkan, rencana konkretnya dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat.

”Strateginya, dengan bantuan BOSDA untuk upaya pendidikan gratis bagi siswa SMA, SMK dan SLB negeri. Adapula bantuan untuk Madrasah Aliyah swasta. Itu contoh upaya mendorong penurunan angka kemiskinan di daerah,” ujarnya, seraya menyebutkan, adapula upaya mengintervensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan pelatihan akses pasar.

Sementara itu, Kabid Pemerintahan dan Sosial Budaya Bappeda Jateng, Edi Wahyono, aparatur desa perlu ambil bagian dalam usaha pengentasan kemiskinan. Hal itu berkaca pada angka orang miskin di perdesaan lebih banyak dibanding di kota.

Data TKPKD Pemprov Jateng menunjukkan, angka orang miskin di perdesaan mencapai 12,26 persen, sedangkan di kota hanya 8,99 persen. Ada pun, jumlah orang miskin di perdesaan kini 2,08 juta orang, berkurang 32,11 ribu orang dari sebelumnya, 2,11 juta orang.

Sementara jumlah orang miskin di perkotaan berkurang sebanyak 31,70 ribu orang. Sehingga jumlah orang miskin di kota sekarang adalah 1,60 juta orang, dari sebelumnya 1,63 juta orang. Mereka yang berpredikat miskin, baik di kota maupun di desa adalah mereka yang bekerja sebagai buruh tani, petani tanpa lahan, buruh industri kecil, kuli bangunan, pedagang asongan, dan pekerja serabutan.

Verifikasi
”Dana Desa perlu lebih difokuskan untuk pembangunan infrastruktur pertanian yang mendorong pengentasan kemiskinan di desa,” terang dia.

Ditambahkannya, program satu OPD satu desa binaan perlu diperluas. Ini artinya, pelaku pembina atau pendamping desa bisa berasal dari instansi selain dinas di provinsi.
Pihak swasta juga dituntut untuk ikut menyukseskan program ini. Selain itu dia meminta, agar pemutakhiran data orang miskin dilakukan dengan tepat.

”Data yang tepat akan memengaruhi efektivitas penanggulangan kemiskinan di desa-desa. Oleh karenanya, dengan adanya program satu OPD satu desa binaan, turut membenahi data ini. Selain itu, aparat desa juga dituntut melakukan verifikasi dan validasi yang benar terhadap data orang miskin di desa-desa,” jelasnya.

Data dianggap berperan, karena selama ini masih terdapat Inclution Error dan Extention Error pada data itu. Ini artinya, banyak orang yang seharusnya tak mendapat bantuan, justru memerolehnya atau sebaliknya.

Untuk diketahui, di Provinsi Jateng, ada 14 kabupaten yang masuk dalam zona merah kemiskinan. Kategori itu karena jumlah orang miskin di atas rata-rata provinsi dan Nasional. Sedangkan sembilan kabupaten lain, masuk dalam zona kuning, karena dibawah rata-rata jumlah orang miskin di provinsi, namun di atas Nasional. Ada pun 12 kabupaten lain berada di zona hijau.

Heri Priyono/Riyan