blank
Suasana diskusi antara Forkompinda dengan tokoh agama dan perangkat daerah. (Foto: Dian Ardiansyah)

JEPARA(SUARABARU.ID) – Penertiban dan penutupan tempat  karaoke yang menjadi salah satu rekomendasi bersama antara Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dan Pengurus Daerah  Muhammadiyah lebih mudah dilakukan ketimbang menyelesaikan  persoalan anak punk.

Sebab perangkat hukumnya telah ada.  Tinggal menegakkan  hukum dan Peraturan Daerah  yang ada secara konsisten.  Jika masih nekad, proses dan  hukum, jangan dibiarkan hingga berkembang

Hal tersebut ditegaskan  Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jepara,  Saiful Bahri dalam Forum Diskusi antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah ( Forkompinda ) Jepara, Forum Kerukunan Umat Beragama, Tokoh Agama dan Perangkat Daerah yang berlangsung di Omah Jagong Komplek Alun-Alun Jepara.

Acara  ini     dihadiri juga  Kapolres Jepara AKBP Nugroho Tri Nuryanto,  Dandim 0719/Jepara Letkol Arm Suharyanto, Pelaksana Tugas (Plt.) Satpol PP Jepara Hery Yulianto dan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jepara Mashudi. Acara yang disiarkan secara langsung di Radio Kartini FM ini  dipandu oleh Kabid Komunikasi Diskominfo, Arif Darmawan.

Forum diskusi tersebut merespon tujuh    persoalan menonjol didaerah   yang disoroti oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dan Pengurus Daerah  Muhammadiyah yaitu  tingginya angka HIV/AIDS, penertiban usaha karaoke, penertiban anak punk, narkoba, tingginya angka perceraian,    angkutan karyawan dan tempat ibadah bagi karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar.

Sementara terkait dengan pembinaan anak punk  forum diskusi sepakat, tidak cukup hanya dilakukan selama sepekan melalui operasi. Namun harus berkelanjutan. Mereka yang sudah mengikuti rehabilitasi, harus terus didampingi dalam kehidupan bermasyarakat.

“Perlu dirumuskan formula yang tepat dan pembinaan berkesinambungan. Sebab mereka berada di jalanan bisa saja karena orang tua dan lingkungan cuek,” ujar Kapolres Jepara AKBP Nugroho Tri Nuryanto.

Karena itu Kapolres Jepara mengusulkan, harus dicari dulu akar persoalannya mengapa mereka kabur dari rumah dan memilih hidup di jalan. Sebab tidak semua anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Ada yang mengalami masalah keluarga,”  ujar AKBP Nugroho Tri Nuryanto.

Sedangkan terkait anak punk, Kajari Jepara Saiful Bahri  menilai,  persoalan tersebut adalah fenomena sosial yang mewabah di kota besar. Rata-rata mereka  berangkat dari permasalahan keluarga.

“Mereka keluar dari rumah  dan bertemu dengan teman-temannya yang memiliki nilai persahabatan dan sikap saling memperhatikan yang tidak didapatkan di rumah,” tambah Saiful Bahri.

Sementara Dandim 0719/Jepara Letkol Suharyanto mengatakan selama ini anak punk  menunjukkan eksistensinya dengan cara berkumpul dan cirinya  memiliki loyalitas tinggi terhadap komunitasnya.

“Punk adalah  korban persoalan  sosial yang mungkin mereka sendiri tidak tau penyebabnya. Namun mereka merasa nyaman berada ditengah-tengah komunitasnya,” ujar Letkol Suharyanto.

Sementara Ketua MUI Jepara, Dr KH. Mashudi menawarkan diri untuk mengantarkan anak-anak punk yang  ingin kembali ke rumah dan kesekolahan. “Komunikasi dengan orang tua bagian penting untuk melakukan rehabilitasi,” ujar Mashudi.

Hadi Priyanto