blank
Para sinden Tayub Grobogan masih eksis pada jaman sekarang. Mereka kerap mendapatkan panggilan menari sambil menyanti di acara-acara khusus. Foto: dok.

GROBOGAN – Salah satu pagelaran seni akan dipentaskan di wilayah Kabupaten Grobogan, Sabtu (7/9) mendatang. Kegiatan tersebut berwujud reuni para penari tayub era 1980’an yang akan diadakan di Pendapa eks Kawedanan Wirosari pukul 19.00-22.00 WIB.

Pagelaran tersebut dilaksanakan dengan tema “Ndhudhah Randha Ngguguk” dengan tujuan sebagai upaya pengarsipan notasi gending dan pementasan Tayub khas Grobogan era 80’an dengan mengundang Lasmi Cs yang merupakan para waranggana (penari) kondang di jamannya.

Salah satu panitia, Tantri, mengungkapkan kegiatan ini dilaksanakan ingin mempertemukan mereka yang pernah eksis di jamannya sebagai pelaku seni Tari Tayub khas Grobogan. Menurutnya, keberadaan mereka tidak tereksplorasi lagi seiring bertambahnya usia yang semakin tua. Padahal, para penari tayub ini merupakan kekayaan nonbenda yang dimiliki Grobogan.

“Tayub yang dulu sangat khas. Berbeda dengan tayub yang sekarang. Banyak perubahan. Dengan kegiatan ini nantinya, banyak hal-hal menarik yang bisa mereka ceritakan mengenai sejarah tari tayub di Kabupaten Grobogan. Di usia mereka yang sudah tua itu, terus terang kami panitia merasakan suatu kesulitan tersendiri. Ternyata hal-hal ini yang tidak kita tengok atau tidak diketahui sama sekali. Padahal ini patut diwariskan kepada generasi mendatang. Kalau tidak ada mereka, bagaimana kita bisa mengumpulkan kekayaan seni yang mereka lakukan di masanya,” ujar Tantri, saat ditemui suarabaru.id, Senin (2/9) kemarin.

Menurut Tantri, para penari ini mengungkapkan, perkembangan dari pertunjukkan Taub ini berkembang subur. Tentunya, menjadi PR tersendiri bagi peneliti untuk meneliti apa dan bagaimana sejarah tayub di wilayah Kabupaten Grobogan.

“Sampai saat ini, persiapan tinggal 80 persen. Tinggal menuju hari H. Untuk pementasan besok, para penari yang paling tua berusia 63 tahun. Kita sebagai panitia memilih Pendapa eks Kawedanan Wirosari ini karena inggin mengembalikan waranggana tayub ke daerah asalnya. Kita tahu, pelaku tari tayub lebih banyak dari wilayah Wirosari. Dari Kropak, Bulu, Tambahrejo dan desa lainnya yang ada di Kecamatan Wirosari ini banyak terdapat pelaku seni tayub. Jadi, kami kembalikan Tayub ke sana,” ujar Tantri.

blank
Tantri, panitia “Ndhudhah Randha Ngguguk” mengatakan persiapan pementasan sudah mencapai 80 persen tinggal menunggu hari H. Foto: dok Tantri.

Tari tayub identik dengan kostum yang berbeda dengan tari-tarian yang lainnya. Melalui pertunjukkan ini, para penari tersebut tetap berkeinginan menggunakan kostum sebagaimana aslinya di masa 80-an dulu yakni menggunakan kemben dan jarik saat melakukan tariannya.

“Mereka secara sukarela memilih untuk menggunakan itu dan menurut kami, itu karya seni yang dilakukan para waranggana pada jamannya. Istimewanya di situ. Ini ranahnya seni. Tergantung dari mana sudut pandang yang melihat. Seni ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Kalau sudah tidak dilakukan akan hilang. Kami tidak melestarikan, namun kami ingin mengangkat kembali eksistensi tari tayub yang merupakan sesuatu kekayaan yang menjadi warisan untuk anak cucu kita,” tambah perempuan yang juga penyiar Radio RSPD Purwodadi ini.

Tayub Grobogan Satu Gending

 Pertunjukan ini nantinya dibuka untuk umum secara gratis. Tantri menjelaskan, seluruh yang dipentaskan tersebut nantinya mengalir seperti jaman dulu. Bahkan, penabuh yang memainkan gamelan sama seperti pada masa 80’an.

“Pertama, kita akan melakukan pertunjukan Tayub seperti jaman dulu yang menjadi khas Grobogan yakni menggunakan satu gending saja dalam satu babak. Kemudian, dua gending untuk babak kedua. Kalau sekarang, penari pertama dua gending, penari kedua dua gending. Jadi ada empat gending. Nanti ada tata urutan, kita juga buat narasi. Setelah prosesi itu, baru dibuka untuk umum dan silakan masyarakat yang mau menayub bersama penari tayub pada jaman dulu,” ujar Tantri.

Ajang reuni

Tantri mengungkapkan, kegiatan ini menjadi ajang reuni sebagai obat rindu bagi para penari tayub. Di sana, nantinya mereka akan melepas rindu setelah 40 tahun silam, tari tayub menjadi lahan kehidupan mereka sehari-hari.

“Tayub masih disajikan di Kabupaten Grobogan. Kita lakukan juga arsip gending tayub yang asli  dibawakan sudah jarang ditemui. Itu suatu kekayaan, jika tidak dilakukan dengan menabuh dan menyajikan nanti akan hilang. Kalau yang muda, mereka bisa mengumpulkan referensi. Dulu, yang tua-tua mengandalkan hafalan. Tidak menggunakan catatan dan mengalir begitu saja, sehingga kegiatan ini nantinya menjadi jembatan setelah ini kita merasa pekerjaan semakin berat untuk mengumpulkan notasi-notasi tersebut yang lebih banyak diketahui oleh para penabuh di masanya,” pungkas Tantri.

suarabaru.id/Hana Eswe.