blank
Sekjen DPN ApTRI, Nur Khabsyin. foto:dok/Suarabaru.id

 

KUDUS (SUARABARU.ID) – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendesak pemerintah mengevaluasi harga pokok petani (HPP) untuk komoditas gula. APTRI meminta agar pemerintah merevisi HPP gula menjadi Rp 14 rb per kilogram dengan pertimbangan membengkaknya biaya pokok produksi petani.

“Karena ada penyesuaian kenaikan biaya produksi dan kenaikan harga berbagai komoditas akibat dampak Covid-19 dan untuk harga pasaran gula sendiri saat ini juga berada pada level Rp18.000 sampai Rp19.000 per kilogram, kami DPN APTRI mengusulkan HPP gula tani untuk tahun 2020 yang semula diusulkan Rp12.000 per kilogram menjadi sebesar Rp14.000 per kilogram,” kata Sekjen DPN APTRI, Nur Khabsyin, Jumat (24/4).

Khabsyin mengatakan, dengan mempertimbangkan sejumlah komponen biaya produksi untuk masa giling pada 2020, APTRI memperkirakan biaya pokok produksi dapat mencapai Rp12.772 per kg. Dengan asumsi keuntungan untuk petani sebanyak 10 persen, maka seharusnya total biaya produksi berjumlah Rp14.049 per kg.

Lebih lanjut, kata Khabsyin, petani mengharapkan penetapan HPP bisa segera dicapai pada akhir April ini mengingat masa panen dan penggilingan tebu di Pulau Jawa dimulai pada akhir Mei mendatang. “Surat permohonan revisi HPP juga sudah kami kirim ke Menteri Perdagangan. Harapan kami, HPP bisa segera ditetapkan pada April ini,”tandas Khabsyin.

Naikkan HET Gula

Sementara, terkait masih melambungnya harga gula di pasaran, kata Khabsyin, patut dipertanyakan. Pasalnya, sejauh ini pemerintah sudah membuka keran impor gula yang semestinya bisa menekan harga gula di pasaran yang hingga kini masih di angka Rp 18 ribu per kilogram.

Menurutnya, berdasarkan data APTRI, jumlah gula impor yang sudah masuk di tahun 2019 silam mencapai 270 ribu ton. Sementara di tahun 2020, ada 438 ribu ton dengan tambahan 550 ribu ton ditambah 150 ribu ton GKP untuk Bulog, PPI dan RNI.

“Ada pula pengalihan 250 ribu ton gula rafinasi ke GKP. Jika stok gula sudah sebanyak itu sementara harga masih tinggi, maka importir harus dimintai pertanggung jawaban,”kata anggota DPRD Jateng asal Kudus tersebut.

Oleh karena itu, kata Khabsyin, agar harga gula di pasaran bisa kembali normal, pemerintah diharapkan juga kembali merevisi harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana tercantum dalam Permendag 7/2020 yang hanya Rp 12.500 per kilogram. Agar petani bisa untung dan pedagang tida mempermainkan harga, hendaknya HET gula bisa dipatok di angka Rp 16 ribu per kilogram.

“Asumsinya selisih angka Rp2.000 per kilogram dari HPP, bisa digunakan untuk biaya distribusi dan margin bagi pedagang sampai ke pengecer. Dan usulan HET tersebut saya kira masih di bawah rata-rata harga gula saat ini yang mencapai Rp18.000 per kilogram,” imbuh Nur Khabsyin.

Tm-AB

blank