CERITA di’umpetke” (disembunyikan) genderowu ini terjadi di sekitar tahun 1977 silam, atau saya baru berusia sekitar enam tahun. Seperti anak-anak kecil lainnya yang suka bermain mobil-mobilan, saya melakukan hal yang sama. Namun, sore itu berbeda dengan hari-hari biasanya. Setelah bermain, mobil-mobilan berwarna biru tua tersebut rusak.
Kebetulan ayah saya baru saja pulang dari dinasnya sekitar jam 17.00 WIB, karena takut kena marah karena mainan yang baru beberapa hari dibelikan tersebut rusak. Saya langsung masuk ke kamar tengah di rumah. Dalam perasaan saya, saya masuk ke kamar bapak -ibu, namun ternyata kamar itu yang selama ini ditempati untuk tidur mbah putri.
Selepas saya “masuk” ke dalam kamar mbah putri tersebut, ayah dan ibu serta kakak-kakak kebingungan dan panik mencari salah satu anggota keluarganya hilang secara tiba-tiba. Semua kamar dan ruangan rumah yang ada di bawah rumpun bambu tersebut tidak luput dikosek, namun hasilnya nihil. Selain itu, bapak yang baru saja pulang dari kantor, mendatangi beberapa rumah tetangga yang sering dijadikan tempat bermain anak ragilnya tersebut dan hasilnya sama.
Gagal mencari buah hatinya, ibu saya bertambah gelisah dan terus menangis dan karena hari sudah menjelang malam. Sementara itu, para tetanggapun yang mengetahui bahwa saya “hilang” dan berdatangan ke rumah. Beberapa diantaranya juga yang mencari di penjuru kampung dan ada juga yang meminta bantuan dari tetangga desa yang dikenal sebagai paranormal.
Setelah tetangga yang mempunyai ilmu spiritual tersebut datang ke rumah, ia meminta agar disediakan bunga mawar dan segelas air putih. Dan, ia memanjatkan doa-doanya. Akhirnya, menjelang tengah malam saya ditemukan di bawah tempat tidur yang ada di kamar mbah putri tersebut.
Dan saat saya ditemukan, posisi saya tidur telungkup dan diletakkan diantara dhandhang (alat menanak nasi) yang terbuat dari tembaga dan juga kenceng ( seperti wajan besar terbuat dari tembaga dan biasa untuk memasak jenang dan lainnya).
Padahal, jarak antara kedua barang untuk memasak tersebut hanya sekitar lima sampai 10 sentimeter, dan tidak masuk akal bila ada orang bisa masuk dalam ke celah kedua benda tersebut.
Kedua barang rumah tangga tersebut memang kalau tidak digunakan untuk memasak, diletakkan di kolong bawah tempat tidur mbah putri yang bentuknya kuna besar dan terbuat dari besi. Selain itu, tempat tidur tersebut mempunyai kolong yang luas dibandingkan tempat tidur saat ini.
Setelah ditemukan, keesokan harinya saya di “tanggap” ( diminta kejelasan) oleh saudara saudara saya tentang peristiwa yang dialami. Saya pun bercerita, sebelum di’umpetke” di bawah tempat tidur tersebut, seperti dibopong oleh “orang” dengan perawakan besar dan hitam keliling kampung. Saat keliling tersebut, melewati juga sebuah pohon manggis milik ‘bulik” yang ada di ujung timur dusun itu.
Pohon Sawo
Selain melewati pohon manggis itu, juga melewati pohon sawo besar yang ada di halaman depan rumah yang ditanam beberapa puluh tahun silam. Konon, pohon sawo merupakan salah satu pohon yang disenangi oleh genderuwo untuk tinggal.
Setelah saya bercerita bahwa genderuwo yang nggondol saya ke pohon sawo tersebut, bapak saya meminta bantuan Pak Mulyadi dan beberapa tetangga untuk menebang pohon yang konon dijadikan “rumah’ genderuwo tersebut.
Kejadian unik kembali lagi saat pohon sawo yang besar dan lebat tersebut ditebang, terdengar suara aneh. Yakni, suara kaki beberapa orang berlari dari pohon tersebut ke arah rerumpunan bambu yang ada di belakang rumah orang tua saya. Tetapi, tidak kelihatan satupun orang berlari dari pohon itu.
Pak Mulyadi yang menebang pohon sawo itu, saat itu sempat ketakutan dengan adanya suara aneh dari pohon sawo yang ditebangnya. Namun, mereka tidak melihat satupun orang yang berlari dari pohon sawo.
Dias Cahyo