WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Ini yang dilakukan sedulur ndesa dalam menyikapi larangan mudik. Yakni peduli mengirimkan logistik ke wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), untuk membantu bahan pangan bagi kaum boro (perantau) yang terkena kebijakan lockdown dan tidak dapat pulang kampung.
Kepala Desa (Kades) Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Bambang Apriadi, menyatakan, ada sekitar 69 KK kaum boro asal Desa Kudi yang kini bertahan di wilayah Jabodetabek. Dengan adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), telah berdampak buruk kepada kaum boro. Di perantauan, mereka kehilangan sumber nafkah penghidupannya.
Meski tidak lagi bekerja dan berusaha, mereka kesulitan pulang kampung, karena terkena larangan mudik. Untuk tetap bertahan di perantauan, mereka tidak lagi punya duit karena tidak bekerja dan kehilangan sumber mata pencahariannya.
Kepedulian Sosial
Menyikapi ini, sedulur ndesa atau warga di kampung asal, berinisiatif mengirimkan bantuan logistik berupa beras dan kelengkapan sembako lainnnya, dikirim dengan truk ke daerah perantauan. ”Ini merupakan bentuk kepedulian sosial dalam membantu saudara-saudaranya yang tidak dapat mudik,” ujar Kades Kudi, Bambang Apriadi.
Serda Anton, Anggota Babinsa Desa Kudi, Koramil 06-Batuwarno Kodim 0728 Wonogiri, memberikan paresiasi terhadap sikap peduli sedulur ndesa ini. Tujuannya, agar kaum boro yang terkena larangan mudik, tetap dapat bertahan hidup di perantauan dan tidak terancam kelaparan.
Seperti diketahui, untuk memutus mata rantai merebaknya pandemi Corona Virus Disease (Covid)-19, pemerintah mengeluarkan larangan mudik. Ini menjadikan nasib kaum boro bagai mengunyah buah silamakama. Ketika ditelan mati, tetap dikulum pun bernasib terancam kehidupannya.
Bantuan logistik dari sedulur ndesa, sebelumnya telah dilakukan oleh warga Dusun Krapyak, Desa Bulurejo, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Camat Nguntoronadi, Endriyo Rahardjo, menyatakan, itu merupakan bentuk kepedulian wong ndesa dalam upaya menolong keluarganya yang tidak dapat mudik.
Bentuk Solidaritas
”Menjadi bentuk solidaritas dalam bergotong-royong untuk saling bantu-membantu bagi sesamanya,” jelas Camat Endriyo Rahardjo. Setelah warga Dusun Krapyak, Desa Bulurejo, kini giliran menyusul warga Dusun Ngropoh, Desa Kulurejo, Kecamatan Ngunrtoronadi, Kabupaten Wonogiri, juga melakukan tindakan sama.
Camat Endriyo Rahardjo, menyatakan, warga Dusun Ngropoh, Desa Kulurejo, peduli mengirimkan bahan pangan berupa beras, dilengkapi dengan aneka bumbon seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica dan gula merah. Juga dikirimkan gula pasir dan teh untuk bahan membuat minuman hariannya.
Sugeng Achmadi, menambahkan, pengiriman bantuan logistik tersebut, lebih bersifat merupakan kebijakan lokal atau local wisdom. Yang itu didasarkan atas perlunya memberikan bantuan untuk orang yang terancam kelaparan. Pengiriman bantuan logistik, dilakukan oleh masing-masing paguyuban warga dalam lingkup dusun.
Sosiolog Ferdinand
Kepedulian mengirimkan bantuan logistik ini, mengingatkan akan sikap dasar dari masyarakat paguyuban. Menurut sosiolog Jerman, Ferdinand Tönnies, telah membagi ada dua kelompok dalam bermasyarakat, yakni masyarakat paguyuban dan patembayan (Gemeinschaft dan Gesellschaft).
Menurut Sosiolog, Ferdinand Tonies, paguyuban atau gemeinschaft adalah kelompok sosial masyarakat yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Ciri-ciri kelompok paguyuban, adalah adanya ikatan batin yang kuat antaranggota. Hubungan antaranggota bersifat informal.
Didorong oleh adanya roh solidaritas yang terdapat pada nilai-nilai kehidupan paguyuban tersebut, maka sedulur ndesa peduli mengirimkan bantuan logistik, itu dilakukan untuk menolong para perantau yang baru bernasib menjadi korban non-bencana alam karena wabah virus corona.
Sebab, untuk tetap bertahan di perantauan, sehari-harinya mereka perlu makan. Ironisnya, kaum boro saat ini tidak punya uang untuk beli makan, karena tidak lagi bekerja dan tidak dapat berusaha.
Mestinya, kaum boro yang dilarang mudik, harus mendapatkan perhatian khusus oleh jajaran Pemda di Jabodetabek. Mereka harus mendapatkan prioritas untuk mendapatkan bantuan pangan melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Kaum Marjinal
Tapi menurut kaum boro, mereka sepertinya menjadi kaum marjinal yang kesingsal dalam proses pendataan yang mensyaratkan status kependudukan diutamakian sebagai warga Jabodetabek. Menjadi sesuatu yang mustahil, kalau kaum boro mengantongi KTP Jabodetabek, karena status kependudukannya tetap sebagai warga Wonogiri.
Keberadaan mereka di Jabodetabek, selama ini hanya sebatas merantau. Bila tidak terkena larangan mudik, mereka lebih memilih pulang kampung. Di kampung asalnya, mereka dapat hidup dengan hasil bercocok tanam, dan mendapatkan bantuan dari sanak familinya.
Ketua DPRD Wonogiri, Setyo Sukarno, menyatakan, kaum boro Kabupaten Wonogiri menjadi masalah yang menasional. Karena jumlahnya hampir mencapai sekitar 30 persen dari total penduduk Wonogiri yang mencapai 1,1 juta jiwa. Mereka menjalani hidup sebagai kaum boro, untuk mencari sumber penghasilan demi upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Data terkini kaum boro yang mudik ke Kabupaten Wonogiri, jumlahnya mencapai 55.064 orang. Jumlah ini terhitung bertambah sebanyak 1.776 orang dalam kurun waktu sepekan terakhir ini.
Mereka nampaknya nekat mudik, meski harus melalui aneka cara untuk mengelabuhi para petugas yang bersiaga di banyak pos chek point, dalam upaya melakukan penyekatan dan memberikan tindakan putar balik ketika memergoki ada pemudik yang pulang kampung.
Bambang Pur