Oleh: Amir Machmud NS
// dengan bola dia ada/ mengendalikan, mengolah, lalu mengirim/ menjadi bagian dari dirinya/ lihatlah hati dan matanya/ saksikan kaki dan pergerakannya/ indera-indera yang bicara/ begitulah dia memberi beda…//
(Sajak “Stevie G”, 2021)
SUPERKOMPUTER memang memprediksi hasil tidak memuaskan yang dicapai Stevan Gerrard sebagai taktikus Aston Villa, namun sepak bola dunia tak berkurang harapan
terhadap kiprah legenda Liverpool itu sebagai peramu asa.
Stevie “ada”, karena memang dia “ada”. Dia telah membuat Glasgow Rangers “ada”, dan itulah mengapa Aston Villa merasa penting mendatangkannya untuk sebuah proyek agar tak hanya menjadi bagian dari irisan klub medioker Liga Primer. Pun, karena Villa juga pernah mencapai puncak kejayaan Eropa, walau sudah lama berselang pada 1982
Dalam prediksi Superkomputer, Aston Villa bakal finis di peringkat ke-15, seurat di bawah batas tiga tim terdegradasi. Saat ini mereka berada di zona kritis urutan ke-16. Pelatih Dean Smith pun dipecat. Sebelumnya, mereka kehilangan bintang utama, Jack Grealish yang memilih hijrah ke Manchester City.
Villa sempat memberi kejutan dengan kemenangan 1-0 atas Manchester United pada 25 September di Old Trafford. Setelah itu kehilangan lima laga terakhir di Liga Primer. Paling akhir, pekan lalu The West Mindlands dikalahkan oleh Southampton 0-1.
Dikecam Fans
Kita paham betapa kuat ikatan seorang legenda dengan klubnya. Maka begitulah, kepindahan Gerrard dalam posisi sebagai pelatih ke Aston Villa dikecam oleh fans Liverpool. Dia dituding sebagai pengkhianat, karena berlabuh di klub yang notabene adalah rival The Reds. Keputusan hijrah ke Villa Park juga dianggap sebagai blunder, karena dia rela melepas status sebagai “master” di Rangers, klub elite Liga Skotlandia.
Tak kurang pula yang mengkritisi, pemain Liverpool 1997-2015 itu hanya akan menjadikan Villa sebagai batu loncatan, karena dari awal punya ambisi mengarsiteki The Anfield Gang. Namun tudingan itu dibantah oleh rekannya, Jamie Carragher yang kini menjadi pundit sepak bola. Kata Carragher, menjadi pelatih Liverpool bakal ada waktunya sendiri, dan sekarang ini fokus Gerrard adalah Aston Villa.
“DNA” kepelatihan pria kelahiran Liverpool yang tercatat 114 kali memperkuat tim nasional Inggris ini sudah terbaca saat masih aktif bermain. Dia berkarakter sebagai “komandan”, pemain yang punya visi. Pada 2009, Zinedine Zidane tak ragu menyebut Gerrard sebagai pemain terbaik dunia. Kapasitas tenik dan kekuatan kemimpinan membuat Stevie G berbeda dari rata-rata bintang lainnya.
Kini dia menjadi satu di antara para bintang dunia yang memilih berkarier sebagai pelatih. Sebutlah misalnya Thierry Henry, Mikael Arteta, Frank Lampard, Ole Gunnar Solskjaer, Ryan Giggs, Andrea Pirlo, dan Xavi Hernandez. Sejauh ini baru Arteta yang membuktikan “daya tahan” bersama Arsenal.
Lampard yang sempat memberi harapan di Chelsea, Henry bersama AS Monaco, Pirlo di Juventus, Giggsy di tim nasional Wales, dan Solskjaer yang memimpin Manchester United, belum mampu berkontribusi impresif. Kini dunia juga menunggu sentuhan Xavi di Barcelona, setelah membentuk Al Sadd di Liga Qatar sebagai klub yang indah memainkan tiki-taka ala Barca.
Gerrard mencuri perhatian, bukan hanya lantaran sukses memberi gelar liga yang selama 10 tahun tak diraih Rangers; dia juga membentuk klub tersebut memainkan sepak bola menyerang yang indah. Rangsers disebut-sebut memainkan “tiki-taka Gerrard”.
Pada saat bermain, Stevie G dikenal sebagai pelari yang tak kenal lelah, visi luar biasa, pemimpin sejati, penembak jitu jarak jauh, dan pencetak gol produktif untuk ukuran seorang gelandang. Sekarang, sebagai pelatih dia mendoktrinkan penempatan posisi, kecepatan, posesivitas umpan, dan menekan lawan di daerah pertahanan mereka.
Prinsip-prinsip gaya permainannya mirip dengan filosofi gegenpressing Juergen Klopp di Liverpool, namun Gerrard membuat Rangers lebih tampak indah.
Pada musim 2020/2021, dia membawa Rangers tak terkalahkan dalam 38 pertandingan dengan hanya kebobolan 13 gol. Catatan mentereng ini memosisikan Gerrad sebagai pelatih muda eks pemain legendaris yang paling sukses di generasinya.
Pastilah banyak yang menunggu, kelak Stevie G bakal menjadi “patron taktikal” Liverpool, bahkan mungkin setelah era Klopp. Namun tentu dia harus terlebih dahulu membuktikan keajaiban lompatan bersama Aston Villa.
Maka teruslah melompat, Stevie G. Dalam perspektif global, tak hanya Villa dan Inggris yang menanti kiprahnya. Tentu masyarakat sepak bola juga, seperti ketika Pep Guardiola mempersembahkan ideologi permainan yang kini menjadi bagian dari fenomena sepak bola dunia.
Stevie, Your Will Never Walk Alone…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan kolumnis sepak bola —