SEMARANG -Status gizi anak Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 30.8% anak Indonesia mengalami masalah gizi stunting. Stunting adalah sebuah kondisi dimana anak yang berusia < 5 tahun memiliki panjang dan tinggi badan kurang jika dibandingkan nilai normal sesuai usianya (de Onis & Branca, 2016). Masalah status gizi stunting pada anak sangat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam jangka pendek hingga jangka panjang.
Dampak stunting pada proses pertumbuhan dan perkembangan otak anak menyebabkan anak dengan stunting memiliki perkembangan kognitif yang tidak maksimal. Dampak jangka pendek lainnya akan menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi, berfikir dan berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, meningkatnya angka kejadian sakit dan kematian, perkembangan kemampuan verbal yang tidak optimal, kemampuan motorik juga tidak berkembang secara optimal, dan juga akan berdampak pada ekonomi keluarga karena stunting dapat mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan. Selanjutnya dampak jangka panjang akan dapat mengurangi kapasitas berpendidikan yang lebih baik dan juga hilangnya kesempatan mendapatkan peluang kerja dengan pendapatan yang lebih baik (Kementrian Kesehatan, 2018).
Sebuah penelitian lain juga telah menyebutkan bahwa siswa yang mengalami status gizi stunting cenderung memiliki prestasi belajar kurang, sementara siswa yang non stunting atau tidak mengalami stunting cenderung memiliki prestasi belajar baik (Picauly & Toy, 2013). Anak stunting cenderung memiliki postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa dan akan lebih pendek dibandingkan anak lain yang mendapatkan gizi cukup, stunting juga dapat meningkatkan risiko obesitas dan penyakit – penyakit lainnya, menurunnya kesehatan sistem reproduksi, menurunkan kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah, serta produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak maksimal (Harjatmo et al., 2018).
Penurunan produktivitas dan kapasitas kerja dapat merugikan keberlangsungan suatu negara. Intervensi nyata oleh pemerintah sangat dibutuhkan untuk menurunkan angka kejadian stunting dan mengatasi permasalahan gizi buruk di masa pandemi. Langkah awal dapat dilakukan dengan menganalisis faktor penyebab; sehingga intervensi dapat dimulai dengan meminimalkan faktor penyebab stunting tersebut. Sebuah studi menunjukkan bahwa determinan status gizi pada siswa Sekolah Dasar yang berhubungan dengan status gizi adalah tingkat pengetahuan dan pendidikan ibu, pendapatan keluarga, penyakit menular serta tingkat konsumsi energi dan protein (Pahlevi, 2012).
Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengaktifkan kembali program keluarga sadar gizi (Kadarzi) meskipun berada dalam masa pandemi yang bagi sebagian besar orang merupakan situasi yang cukup sulit. Kadarzi merupakan program pemerintah yang diterapkan untuk mengatasi masalah gizi, sehingga keluarga diharapkan dapat secara mandiri mewujudkan keadaan gizi baik untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Program Kadarzi memiliki tujuan agar seluruh anggota keluarga mampu melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya (Oktaviani et al., 2019).
Program Kadarzi perlu diaktifkan kembali dengan memodifikasi program kesehatan ditengah pandemi seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Reaktivasi program Kadarzi juga dapat dilakukan melalui empat tahapan, antara lain analisis situasi, perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi. Tahap analisis situasi dan perencanaan dapat dilakukan bersama-sama dengan kader kesehatan setempat.
Tahap pelaksanaan dilakukan dengan kegiatan sosialisasi program yang didukung oleh ketua Pemberdayaan Kesehatan Keluarga (PKK), kegiatan edukasi pada keluarga yang memiliki anak berisiko stunting terutama keluarga yang memiliki anak usia 6 – 12 bulan, dan dapat dilanjutkan praktik pembuatan menu makanan pendamping ASI karena variasi menu akanan pendamping ASI juga menjadi prediktor terjadinya stunting (Khasanah et al., 2021).
Sasaran program Kadarzi adalah keluarga karena faktor penguat dalam pembentukan kebiasaan hidup sehat termasuk perilaku gizi adalah keluarga (Saifah et al., 2019). Keluarga sangat berperan penting dalam promosi kesehatan terkait pengenalan dan penyediaan makanan bergizi serta praktik kesehatan seperti kebiasaan hidup sehat, berolahraga dan menjaga asupan gizi seimbang.
Keluarga, terutama ibu berperan sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam pemenuhan gizi yang seimbang pada anak. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai harus dimiliki oleh seorang ibu sebagai modal dalam pemenuhan gizi bagi anak didalam keluarga. Para ibu secara khusus harus dapat membentuk pola makan anak, menciptakan situasi makan yang menyenangkan dan menyajikan makanan semenarik mungkin untuk dapat meningkatkan nafsu makan serta untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya (Saifah et al., 2019).
Ibu memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan sebuah keluarga terutama dalam hal pemenuhan asupan gizi keluarga. Beberapa ibu yang kurang menyadari pentingnya asupan gizi yang seimbang untuk keluarga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya tidak dapat optimal sesuai dengan usianya.
Kebutuhan gizi anak sangat beragam, antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Gizi anak yang tidak dapat tercukupi dapat menjadi faktor penyebab terjadinya anak mengalami stunting. Ibu memiliki peran penting untuk memahami variasi makanan pendamping ASI agar upaya pencegahan stunting pada masa 1000 HPK dapat lebih optimal (Khasanah et al., 2021).
Selain Ibu, anggota keluarga lain seperti ayah, kakek dan nenek serta seluruh anggota keluarga memiliki peran sebagai role model satu sama lain. Jika bukan ibu, keluarga, orang terdekat dengan anak siapa lagi yang akan peduli dan mampu melindungi serta menjaga status gizi anak agar tetap dalam kategori baik.