MALAYSIA (SUARABARU.ID)– Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Malaysia, belum lama ini melakukan diskusi dengan Ketua Program Studi S2 Magister Hukum (MH) Universitas Semarang (USM), Dr Drs Adv H Kukuh Sudarmanto BA S Sos SH MM MH, di Rumah Makan Nasi Lemak, Kuala lumpur. Malaysia.
Diskusi membahas kerawanan Pemilu serentak 2024, yang juga dilaksanakan di Malaysia oleh para buruh migran, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI, secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil).
Hadir dalam kegiatan itu, Direktur Pascasarjana USM, Prof Dr Indarto SE MSi, staf administrasi Magister Hukum, Evi SE MM, dan 44 mahasiswa Semester III yang melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan.
BACA JUGA: Bupati Semarang Berharap Mahasiswa KKN USM Beri Dampak Positif bagi Masyarakat
Sedangkan dari SBMI hadir wakil para pengurus, antara lain Sholikin Abd Hakim, Hendy Nurhadianti, Suprapti, Septiana dan Nashikin.
Dalam keterangannya, Prof Indarto yang mewakili Rektor Dr Supari Priambodo ST MT, menyampaikan salam kepada para pekerja migran Indonesia di Malaysia.
”Teman teman dari SBMI bisa berdiskusi terkait Pemilu dengan Kaprodi MH USM, yang juga merupakan pakar Hukum Tata Negara, sekaligus pengajar mata kuliah Hukum Pemilu,” ujar dia.
BACA JUGA: 162 Mahasiswa USM Ikuti Kuliah Kerja Nyata PPM XXV
Sementara itu, Dr Kukuh memaparkan kerawanan Pemilu serentak tahun 2024, berfokus pada tahapan pencalonan, kampanye dan perhitungan suara.
Menurut dia, kerawanan Pemilu (Pilkada) yang cukup tinggi dengan prosentase 13 persen, ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Sedangkan kerawanan Pilkada meliputi, pada tahapan perhitungan suara, dengan adanya protes keberatan para saksi. Pada tahapan kampanye, adanya praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah dan penyelenggara negara, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan konflik antarpeserta dan pendukung.
BACA JUGA: Kaprodi Magister Hukum USM Beri Kuliah di UITM Malaysia
”Pada tahap pencalonan, adanya penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur Petahana. Sedangkan pada konteks sosial politik, adanya ancaman, intimidasi dan kekerasan secara verbal dan fisik, serta perusakan fasilitas penyelenggara pemilihan,” kata Kukuh, yang baru saja meluncurkan buku ‘Hukum Pemilu di Indonesia dan di Era Digital’ ini.
Disampaikan juga, ada isu strategis yang “digoreng” oleh lawan politik, yaitu tentang netralitas aparatur pemerintah dan penyelenggara negara, praktik politik uang, polarisasi masyarakat dan dukungan publik, penggunaan media sosial untuk kontestasi.
Ada juga konteks adanya keserentakan Pemilu, faktor keamanan, kompetensi penyelenggara Pemilu tingkat di TPS, hak dipilih dan memilih dengan pemutakhiran data yang akurat, layanan kepada pemilih penyandang disabilitas, adanya bencana alam dalam distribusi politik, atau perselisihan hasil Pemilu, dan kebijakan Pemilu yang berubah.
BACA JUGA: Mahasiswa Ilmu Komunikasi USM Gelar Kampanye ‘Stop Bullying’
Respons peserta diskusi pun cukup bagus. Hal itu terlihat dari banyaknya pertanyaan dan sharing yang disampaikan. Anggota SBMI, Sholikhan misalnya, menilai tingkat partisipasi pekerja migran cukup rendah.
Hal itu dikarenakan, faktor domisili pekerjaan. Misalnya di perkebunan Kelapa Sawit, tentang dokumen yang dimiliki para pekerja migran, baik paspor, KTP, akta kelahiran maupun KK.
Selain itu juga, unsur penyelenggara dan pengawas Pemilu yang kurang solid, sinergi lamban, atau tidak berani mengambil keputusan dengan cepat.
Riyan