Jadi, ikatan-ikatan padi itu dibiarkan, maksudnya langsung dijemur di sawah itu; tidak dibawa pulang sebagaimana pada umumnya dilakukan di perdesaan mana pun. Sampai kapan? Sampai gagang padi itu kering, demikian juga sampai bulir-bulir padi itu kering juga. Amankah? Pasti siang malam ada yang menjaga, apalagi kalau dilakukan oleh beberapa petani, jadilah komunitas penjaga jemuran padi.
Baca juga Semuten
Mereka menjaga sertamerta molak-malik ikatan padi itu agar cepat kering. Pertanyaannya belum terjawab, mengapa proses semacam itu disebut di-gajah-i? Jawaban hipotetik saya demikian: Menjemur padi dalam ikatan itu harus ditempuh dengan du acara jika ingin cepat kering.
Cara pertama, ialah setiap ikatan dijejer-jejer sedemikian rupa, baik dalam posisi di-duduk-kan, atau dpun di-baring-kan. Menjemur tahap pertama ini butuh waktu minimal dua hari. Setelah itu, tetap dalam ikatannya, padi-padi itu di-tungging-kan, dengan cara dibalik, lalu diambil tengah-tengahnya.
Posisinya lalu seperti kembang sepatu, terus diletakkan pelan-pelan agar ikatan tidak lepas. Semua ikatan padi diperlakukan seperti itu, rasa-rasanya kok seperti gajah. Nah………..jadilah di-gajah-I, dibuat atau diposisikan seperti gajah duduk.
Hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Bagaimana membuktikan kebenaran ini? Cerita beberaga orang buta yang memegang gajah, lalu disuruh mendskripsikan gajah itu seperti apa; tergantung orang itu memegang bagian gajah yang mana.
Dia yang pegang belalai, akan berkisah berbeda dari dia yang memegang kuping. Dia yang pegang ekor akan berkata: Mana mungkin gajah itu besarrrrr banget, sebab menurutku, gajah itu kecilllll saja bahkan pendek.
JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University