blank
Ondorante, nama yang legendaris bagi anak-anak muda Semarang sebelum tahun 90-an. Kini legenda itu dibangkitkan kembali leh Desa Wisata Pudakpayung. Foto: Hery Suyanto

WARGA Kota Semarang mungkin banyak yang belum tahu, bahwa di Kawasan Semarang bagi atas ada keindahan alam dengan udara yang sejuk. Setidaknya tempat ini lebih sejuk dibandingkan kota Semarang bagian bawah.

Ya, tempat itu ada di wilayah Kelurahan Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Wilayah Pudakpayung memiliki keindahan di kawasan sisi barat. Di balakang kawasan Makodam, kondisi alamnya masih hijau. Bahkan kita masih bisa mendengar suara ayam hutan berkokok. Hal yang sangat tidak mungkin ditemukan di tengah kota, kecuali ada yang memelihara.

Kini dengan kehadiran Desa Wisata Pudakpayung, kekayaan alam yang indah dan sejuk itu diperkenalkan kembali. Nama Ondorante, misalnya, ini sudah dikenal sejak lama, yaitu tangga yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, yang sampai sekarang masih ada.

Undak-undakan atau tangga bangunan zaman Belanda ini menjadi tujuan “main” anak-anak Semarang sebelum tahun 90-an. Kala itu belum banyak tempat rekreasi, sehingga melintasi alam hijau dan mengunjungi Ondorante.

Nama Ondorante berasal dari dalam bahasa Jawa andha (jw)-dibaca ondo yang artinya tangga dan rante (rantai). Ya, karena undak-undakan atau tangga ini dipasangi rantai di kiri-kanannya untuk pegangan ketika seseorang naik. Memang kini rantai itu sudah tidak ada dan berganti pipa besi untuk pegangan.

Kemudian Curug Kedung Kudhu yang tersembunyi. Tentu banyak yang tidak membayangkan, bahwa Kota Semarang memiliki curug atau air terjun alam. Nah, itulah yang ada di Pudakpayung.

Pengurus Desa Wisata Pudakpayung pun mengajak warga, dan juga terlibat Lurah Pudakpayung Pamirah SST dan Camat Banyumanik Eka Kriswati dan Sekcam Ali Ahmadi S STP MSi untuk melakukan trekking ke tempat-tempat indah tersebut.

Di kawasan itu ada Instalasi Pengolahan Air Minum PDAM Tirta Moedal. Sesampai di sini sudah mulai terdengar gemercik air yang bersumber dari mata air yang cukup banyak.  Bahkan warga sekitar memanfaatkan untuk budi daya ikan. Sumber yang cukup besar dulu, dipergunakan Kodam IV untuk pemeliharaan tanaman.

Vihara Jayanti yang Bersejarah

Ada beberapa persimpangan jalan di belakang PDAM, untuk jalur yang lurus,  sekitar 500 meter, akan menjumpai Vihara Jayanti, yang sarat sejarah dengan usia sama dengan Candi Borobudur.