Tak musimnya, bukan eranya lagi hanya bekerudung atas nama rakyat berjibaku menuntut dan mengambinghitamkan atas apa pun kebijakan dan track pemerintah. Maka, sejak sekarang harus berkontribusi menjadi generasi pemberi solusi bukan generasi pemaki. Part of solution bukan part of problem.

Indklusivitas

Insklusivitas rasanya menjadi energi dan amunisi baru bagi kita untuk sesegara mungkin mengerdilkan benih-benih radikalisme, terorisme, pengacau balau, intoleransi hingga praktik korupsi, gratifikasi dan pungli.

Selain itu, kita bisa mencegah defisit sosial dengan jalan mengurangi bibit kecemburuan masyarakat lewat pemerataan pembangunan di semua sektor, baik di kota maupun di wilayah pedesaan. Bukan menuding desa sebagai biang kemiskinan dan tidak pada tempatnya menjadikan segala bentuk “bantuan” sebagai berhala baru pembangunan.

Masyarakat wajib kita berikan tempat paling terhormat sebagai aktor dan pengambil keputusan pelaksanaan segala rencana pembangunan yang akan dihela di aras lokalnya.

Perkara selebihnya yang bakal mengaburkan defisit sosial adalah memberikan pelayanan publik yang terbaik, pelayanan prima, yakni mudah, cepat dan murah. Dengan pelayanan yang tulus dan normatif bahkan dengan segenap keramahan, masyarakat akan semakin simpatik kepada pemerintah yang berlanjut tingkat kepercayaan pada pemerintah semakin menaik yang pada akhirnya bakal berimbas pada gemukkanya partisipasi warga dalam pembangunan.

Berasa penting juga kita hembuskan suasana elit yang saling rukun, saling mendukung, seia sekata. Bukan saling berbenturan, berlawanan bahkan bertolak belakang, sehingga masyarakat acap dibuat limbung atas informasi yang diakses atau diterima. Jika hal ini terbiarkan, maka secara tidak langsung akan terjadi penggembosan sosial.

Nilai Agung

Maka kemudian, tak ada jalan lain kecuali kembali menapaki kearifan lokal kita yang sejak nenek moyang kita selalu dirawat. Budaya rembugan atau musyawarah menjadi penengah dalam mengatasi defisit sosial belakang ini. Segala soalan bakan selesai jika ada musyawarah mufakat tanpa itu kita hanya akan menjadi budak baru demokrasi.

Impelementasi gotong royong dan teposliro harus hinggap di dalam setiap dada kita, tak pandang bulu itu elit atau rakyat, semua harus turun tangan, terlibat dan berpartisipasi penuh sesuai bidang kompetensi masing-masing. Sebatang lidi akan gampang terburai tapi kalau seikat lidi akan sulit dipatahkan dan tentu akan lebih berdayaguna.

Back to pada nilai besar Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara yang adiluhung juga menjadi penyokong meretas defisit sosial, yakni Ing ngarsa sung tuladha; Ing madya mangun karsa dan Tutwuri handayani.” Demikian juga, selalu menebarkan saling asah, asih dan asuh akan menguatkan kerekatan sosial tanpa jerawat sosial di mana-mana.

Catatan kita hari ini : Majulah tanpa menyingkirkan, naiklah tinggi tanpa menjatuhkan dan jadilah baik tanpa menjelekkan serta jadilah benar tanpa menyalahkan. Jika sudah demikian, maka tak mustahil melingkar Tremji trembeh (tentrem siji tentrem kabeh).

Marjono, Pendamping Desa Miskin Indonesia Angkatan I