Ilustrasi. Reka: SB.ID

Oleh Marjono

SEBENTAR kemudian hari pilkada (pemilihan kepala daerah) kian mendekat, dan sekarang suhu politik menghangat. Ada yang bilang hangat itu hanya di media dan jauh akan berbeda kala aroma itu di lapangan. Pilkada memang menyimpan magma asa dan rasa yang acap berimpit.

Proses demokrasi yang beranjak dewasa ini, kita seolah selalu disibukkan dengan pertunjukan yang kurang produktif.  Berbagai pihak saling mengklaim kebenaran bahkan saling menyerang dengan ragam konten kontraproduktif baik di dunia nyata maupun maya.

Itulah mengapa, sudah selayaknya kita sebagai saudara, sesama anak bangsa kita belajar menahan diri, tidak malah membuat iklim negeri menjadi parau, tapi harus berhimpun tangan membuat segenap musim republik ini aman, nyaman dan kondusif untuk sekadar tinggal, mencari nafkah dan medewasakan anak-anak kita.

Tidaklah keren, kala kita apatis atas nasib dan persoalan bangsa yang masih menganga. Kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, pendidikan, kesehatan, pangan dan energi terus berderet yang tak mampu memenuhi sepanjang ruas Jalan Daendels.

Tidaklah produktif jika kita saling mengancam, menelikung dan menyalahkan bahkan melemahkan, tapi harus ada keriangan, keguyuban baik dalam berpolitik hingga berdesa. Artinya, siapa yang bersalah siap me-repair diri dan bagi yang kuat membantu yang lemah dan yang papa pun tidak cengeng menguatkan yang berada.

Ketidaksamaan itu mengayakan dan menyempurnakan. Ketika ada permasalahan, harus diselesaikan secara baik, kekeluargaan tanpa tensi emosional yang mendidih.

Ada baiknya kita kembali kepada induk semang demokrasi yang selalu menghargai, bersilang hormat dan terus merekahkan tenggang rasa, budaya sopan santun dan menghormati yang lebih tua: orangtua, guru maupun senior. Konsep ini bukan ingin menegakkan pundi-pundi gila hormat tapi lebih pada mikul dhuwur mendhem jero.

Tak sedikit pelajaran yang baik bisa kita raup dan kita kesampingkan nilai-nilai yang tidak pantas atau kurang baik dalam norma universal. Kita pun harus menjadi pribadi yang terbuka atas lalulintas pendapat, saran, kritik maupun masukan konstruktif lainnya tanpa membedakan sikap dan warna juga asal-usulnya.

Pada konstelasi ini sudah sepatutnya kita menjadi kawan diskusi yang baik dan lawan berpikir yang hebat bagi penyelesaian kemelut bangsa. Tidaklah keren, ketika sesorang hanya menilai baik dirinya dan tak mau dinilai sebaliknya.