blank
Ilustrasi. Reka: wied SB

blankJC Tukiman Tarunasayoga

SECARA sengaja tulisan pada judul di atas dhe-lik, gedhe-cilik, kata mangsa tertulis lebih kecil dari borong. Sebuah kesengajaan pasti ada maksudnya; dan itu benar. Baca saja kelanjutan tulisan ini, pasti nanti Anda akan manggut-manggut karena memahami maksudnya.

Tentang Pilkada 2024 akan saya jadikan contoh untuk menjelaskan. Saya melihat, Pilkada 2024 ini, menggejala sekali, di mana-mana, akan berperan besarnya “pemborong” dalam percaturan pesta demokrasi.

Intinya, paslon tertentu sangat mungkin diskenario sedemikian rupa sehingga partai pendukungnya dalam jumlah yang banyak (diborong), sehingga tidak ada “lawan” lagi.

Baca juga Mletre, Mlipir, lan Mlembar

Nah … kalau tidak ada lawan, berarti paslon itu dalam pelaksanaan coblosan 27 November 2024 nanti melawan kotak kosong. Pasti menang? Tergantung pemilih, pastinya.

Borong

Fokus tulisan ini lebih pada kupasan atas borong, dan contoh Pilkada sekedar penjelasan kontekstual saja. Ada tiga makna borong, dan makna pertama rasanya pantas menjadi permenungan kita bersama. Mengapa? Borong itu artinya bodho, bodoh, terserah, bodho amatlah.

Ungkapannya terasa komplit jika digabung dengan mangsa, lalu menjadi mangsa-borong. Nah………  dalam ungkapan mangsa-borong inilah ketok banget bodhone, karena dalam ungkapan itu tergambarlah betapa orang mung manut wae, terserahlah. Bahkan dalam mangsa-borong ini, terkandung hal yang paling esensial: aku ora ngerti, wis terserahlah, saya tidak tahu, terserah sajalah. Blaik………….

Terkait contoh Pilkada tadi, pasti menjadi sesuatu hal yang sangat memrihatinkan kalau sengaja dikondisikan sampai-sampai warga masyarakat lalu membentuk paduan suara mengatakan: “Pun, manut mawon, terserahhhhhh;  mangsa-borong, mrikuuuuuu!!!!” Jangan ya. Ini wanti-wanti atas nama demokrasi yang sehat: Jangan sengaja dikondisikan sampai-sampai masyarakat membentuk paduan suara begitu. Pamali.

Makna selanjutnya

Makna kedua borong, sangat besar investasinya, ialah dituku kabeh, dibeli semua.  Siapa yang dibeli, dan siapa pula yang membeli? Namanya dibeli semua, ya berarti siapa saja yang berjualan, dagangannya dibeli.

Baca juga Ingkar Janji Bikin Jinja

Siapa yang membeli? Pastilah si pembeli itu orang berduit banyuuuuuuaakkkkkkkkk banget karena dapat membeli semua. Untuk apa dibeli semua? Jawabannya macam-macam, antara lain barang yang dibeli itu untuk dimiliki atau dikuasai sendiri, jangan sampai orang lain memiliki apalagi menguasai. Alasan lain tentulah karena dhuwite turah, uangnya berlebih.

Makna ketiga borong, ialah dipasrahake marang ……….. tentulah pemborong. Lihat saja dalam kehidupan sehari-hari kita, betapa banyanya orang memasrahkan apa saja kepada orang lain. Di sisi lainnya, maka lihat betapa banyaknya pemborong dalam kehidupan ini, termasuk dalam kehidupan politik.

Guci setan

Ini cerita di negeri sana, yaitu tentang guci setan. Seorang pegawai kerajaan suatu hari tergoda setan: “Maukah engkau memiliki tujuh guci uang?” Pegawai itu mengiyakan, dan tiba-tiba di rumahnya terdapat tujuh guci berisi uang. Enam guci penuh uang, sedang yang satu berisi setengah saja.

Setan menggoda: “Penuhilah guci ini.” Semua harta berharganya dijual, uangnya dimasukkan ke guci setengah isi itu, tetapi ternyata tidak menambah apa-apa. Ia minta gajinya dilipatgandakan, dan ketika diberi berlipat-lipat, guci itu tetap tidak bertambah isinya.

Raja heran, pegawai itu dulu ceria, gagah, semangat bekerja, Sekarang loyo, kurus, lemah. Maka raja berkata: “Kamu memiliki tujuh guci itu ya?”  Pegawai itu kaget, dan menduga-duga siapa memberi tahu raja.

Raja berkata: “Tidak usah heran. Saya pun dulu ditawari setan seperti itu, tetapi aku tidak mau karena uang itu tidak dapat dipergunakan, melainkan harus ditambah terus dan tidak ada batasnya. Setan hanya mendorong orang yang tergoda untuk semakin tamak menyimpan dan memborong uang tetapi uang itu tidak dapat dipergunakan.

“Kalau kamu mau bahagia lagi seperti kemarin-kemarin, kembalikan guci itu ke pemiliknya. Itu semua godaan,” titah raja kepada pegawainya itu.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University