blank
Ilustrasi. Reka: wied/SB

blankJC Tukiman Tarunasayoga

SEDULUR-SEDULUR, Rabu, 14 Februari ke TPS dan nyoblos ya. Gunakanlah hak pilih masing-masing  secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Dan tidak berapa lama lagi, hasil pilihan kita itu akan segera kita ketahui.

Perlahan tetapi pasti, atas hasil Pemilu ini, sebagian orang/tokoh/pejabat yang selama ini berkuasa akan mengalami fase lingsir dan selanjutnya pasti harus lengser. Kemarin-kemarin sih bersuara lantang bahkan mungkin ada yang pethenthang-pethentheng penuh wibawa karena kuasa, tetapi karena proses pemilu menghasilkan dan mengharuskan orang itu lingsir, ya harus diterima untuk pada waktunya nanti lengser.

Kemarin-kemarin sih disebut-sebut dengan sapaan “Yang mulia,” atau “Yang terhormat, atau minimal “Yang kami banggakan,” karena Anda presiden, menteri, wali kota, anggota DPR, anggota DPD, dsb;  namun perlahan tetapi pasti sapaan bergengsi itu akan hilang. Anda mengalami lingsir dan harus siap lengser.

Lingsir

Ada dua makna penting tentang lingsir ini, pertama wis ngglewang, artinya sudah melewati, sudah bergeser atau digeser bahkan boleh jadi digusur.

Seperti matahari disebut ngglewang manakala sudah bergeser ke ufuk barat, sinar dan panasnya sudah tidak menyengat lagi karena pada saatnya nanti akan angslup bumi dan berubahlah siang menjadi malam. Matahari saja siklusnya seperti itu, apalagi jabatan Anda, lingsir menuju lengser.

Baca juga Gembleng, Jangan Gemblung Lho

Kedua, lingsir berarti nisih, ora ana ing tengah maneh, minggir dan tidak berada di tengah (pusat) lagi. Ungkapan nisih sangat khas maknanya, yaitu orang secara sadar meminggirkan dirinya sendiri karena memang sudah tidak berkuasa lagi.

Di sinilah titik kritis dialami oleh hampir semua pejabat, karena tidak/belum rela meminggirkan dirinya sendiri berhubung wis ora kepilih maneh, sudah tidak terpilih lagi, wis kudu minggir.

Atas dasar kata lingsir ini, ada sejumlah ungkapan untuk menyangatkan atau menegaskan, yaitu (a) lingsir wetan, untuk menegaskan matahari berada di ketinggian tertentu karena sudah pukul sembilan pagi. “Wis lingsir wetan, anak-anak miuda zaman now belum pada bangun tidur,” contoh kalimatnya begitu. Selanjutnya (b) lingsir kulon, yaitu matahari sudah ngglewang dan pada posisi pukul tiga sore.

Jika diterapkan untuk ASN, mereka yang pada usia di atas 55 tahun, mereka pantas disebut wis kalebu lingsir kulon, sudah harus berpikir mengenai masa pensiun.

Ada juga (c) lingsir wengi, malam sudah bergeser ke dini hari saat mana para peronda sudah berkemas-kemas untuk berkeliling yang terakhir kalinya dan tidak berapa lagi ayam jantan akan berkokok.

Lingsir wengi pula dipakai sebagai saat pergantian hari misal dari hari Rabu berganti menjadi Kamis. Nah, ada pula ungkapan (d) wis lingsir umure untuk menggambarkan umur numerik seseorang yang sudah di atas lima puluh tahun.

Tetapi lingsir umure juga dapat dipergunakan untuk para pejabat yang “kalah” tadi, karena sudah kalah, ya wis kudu nisih.

Lingsir kudu lengser

Hampir semua orang mengenal kata lengser ini, dan karena itu tidak perlu “diajari”  lagi cara mengucapkannya. Karena sudah harus nisih, minggir, dengan sendirinya siapa pun itu, sudah harus lengser, yakni turun tahta. Pemilu adalah sarana orang turun tahta (lengser) secara wajar dan konstitusional; sebab jika terjadi di luar itu, namanya dilengserake, dilengserkan.

Baca juga Prakiraan dan Greget Politik 2024: Realistis Wae Yuk

Pejabat siapa pun, sebaiknya jangan bercita-cita untuk dilengserake kecuali memang harus lengser pada waktunya. Dan dalam imbauan seperti ini, saat-saat ini sejumlah pejabat memang sedang dhag-dhig-dhug menantikan hasil resmi Pemilu, sambil ndremimil berdoa: “Jadilah kehendakMu, janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.”

Inilah doa paling pas bagi siapa pun yang sedang menunggu hasil Pemilu. Atas dasar doa bagus seperti ini, kelak bila harus lengser,  dengan mudahnya akan bersikap legawa.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Cathlic University