blank
M.Dalhar

Oleh : M. Dalhar

Beberapa waktu terakhir ini suasana Puskesmas Bangsri tidak sebagaimana biasanya. Situasinya sangat ramai. Mereka yang datang tidak semuanya sakit, alias baik-baik saja. Mayoritas mereka adalah para calon penyelenggara Pemilu 2024 di tingkat TPS.

Di akhir 2023 dan awal tahun ini suasana Pemilu begitu terasa. Minimal bagi yang tidak mengikuti perkembangan isu adalah melihat begitu banyak baliho bertebaran di berbagai sudut jalan. Bahkan sampai ke pelosok desa sekalipun tidak luput dari bermacam alat peraga kampanye. Lebih ramai lagi di media sosial.

Bagi yang turut berpartisipasi sebagai penyelenggara di tingkat TPS, saat ini masih dibuka pendaftaran untuk Pengawas TPS. Jumlahnya tidak begitu banyak sebenarnya jika dibandingkan dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Di Kecamatan Bangsri terdapat sebanyak 306 TPS yang tersebar di 12 desa.

Diketahui bahwa untuk Pengawas TPS dibutuhkan satu orang untuk setiap TPS. Mereka diberi kewenangan untuk mengawasi berjalannya Pemilu 2024 di TPS. Adapun KPPS dibutuhkan tujuh orang dengan berbagai peran untuk setiap TPS. Para KPPS sudah diumumkan, akan dilantik dan siap berkerja pada Januari ini.

Situasi yang hampir sama juga terjadi di kecamatan-kecamatan yang lain di Jepara. Dari 16 kecamatan yang ada, tentu saja masing-masing memiliki ragam tingkat partisipasi yang berbeda-beda. Setelah diumumkan, maka tugas besar segera dimulai.

Semakin banyak jumlah penyelenggara (adhock), semakin besar pula jangkauan sosialisasinya. Sekurang-kurangnya media sosial teman mulai diwarnai dengan edukasi tentang Pemilu. Rangkaian tahapan, teknis pindah memilih, tolak money politik, menjadi pemilih cerdas, tata cara mencoblos, dan masih banyak lainnya akan mewarnai jagad media sosial.

Bimbingan teknis atau Bimtek akan menjadi pembelakan yang harus diikuti para KPPS dan Pengawas TPS. Penjelasan tentang wewenang, tugas, kewajiban, dan larangan sebagai penyelenggara akan banyak dilakukan di ratusan balaidesa atau balai kelurahan di seluruh wilayah Jepara.

Era Generasi Z

Pemilu 2024 ini dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari Pemilu 2019 silam. Pemilu dilaksanakan serentak antara wakil rakyat (DPR, DPRD, dan DPD) dan presiden. Sebelumnya dilaksanakan secara langsung (sejak 2004) tetapi terpisah. Wakil rakyat terlebih dahulu menysusul kemudian pasangan calon presiden.

Polanya hampir sama, terdapat lima surat suara yang akan dipilih. Dalam kondisi tertentu para pemilih mungkin tidak mendapatkan lima karena tidak berada pada daeral pemilihan sesuai domisili misalnya. Atau pemilih di luar negeri. Tidak perlu khawatir karena semua sudah diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terkait dengan penyelenggaraan di tingkat bawah, yang menarik, sebagian besar para pendaftar kecenderungannya adalah generasi muda atau generasi Z. Tentu ini tidak dapat dipukul rata. Berbeda dengan Pemilu 2019 di mana masih banyak KPPS, utamanya adalah generasi tua.

Para “pemain lama” tidak banyak tampil karena beberapa alasan. Ada yang melihat rumit, alasan kesehatan, tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, dan berbagai alasan lainnya. Yang terakhit cukup menjadi sorotan karena isu yang beredar ke depan akan digunakan piranti atau perangkat teknologi elektronik. Artinya, mulai dari TPS tidak lagi manual sebagaimana yang terjadi pada Pemilu sebelumnya.

Terlihat rumit, tapi sebenarnya tidak. Pengalaman penulis sebagai Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pemilu 2019, para penyelenggara Pemilu utamanya KPPS dan Pengawas TPS akan diajak untuk menyelesaikan tugas secara bertahap, teliti, jujur, runtut, tertib, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan. Menjadi pengalaman dan pelajaran yang tidak terlupakan.

Tanpa mengabaikan peran yang lain, ujung tombak dari pemungutan suara adalah di TPS. Hal ini bermakna, sukses atau tidaknya Pemilu berkaitan erat dengan proses pungut-hitung di TPS. Harapannya, kesuksesan yang ada di masing-masing TPS juga bermuara sampai rekapitulasi di tingkat KPU. Mencapai tujuan ini dibutuhkan sumber daya KPPS dan Pengawas TPS yang profesional dan berintegritas.

Penulis adalah Pegiat Sosial-Budaya Jepara