Ilustrasi Pilpres. Foto: Dok/Istock

Diluar dugaan kami, ternyata sang Profesor tersebut memberikan respon yang jauh lebih simpatik karena selain tidak marah sama sekali, juga sambil tersenyum, beliau mengambil ranting tanaman yang sudah jadi sampah kering tersebut ke “rubbish bin” sambal berkata; ya namanya mahasiswa dan baru emosi, ya harus kita fahami, tidak harus kita marahi tetapi mungkin perlu kita nasehati”.

Pesan penting dari kejadian tersebut adalah bahwa masalah sederhana yang biasanya dilakukan oleh sebagian besar masyarakat umum disebuah negara, nampaknya dapat berakibat fatal atau paling tidak dapat menimbulkan ketidaknyamanan pimpinan.

Dan oleh kelompok tertentu perilaku atau tindakan kita dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak “berperiketumbuhan”. Kecuali, kalau terjadinya ranting tanaman yang patah tersebut adalah karena peristiwa alam, misalnya adanya angin kencang atau angin puting beliung yang memporak porandakan lingkungan termasuk pohon-pohon yang tumbang.

Dengan demikian maka manusia seyogyanya memperlakukan makhluk hidup lain termasuk tumbuhan dengan baik, sehingga tidak terkesan memperlakukan dengan kasar, sehingga oleh mereka dikelompokan ke dalam orang yang tidak berperiketumbuhan.

Dengan obyek yang berbeda, tetapi peristiwanya hampir sama, dimana sekelompok kecil mahasiswa yang melakukan kegiatan pratikum dengan menggunakan Domba, terekam dan terdokumentasi oleh pecinta hewan di negara bagian Tasmania, bahwa kelompok praktikan mahasiswa tersebut telah memperlakukan hewan dengan tidak senonoh karena telah memukul bagian tubuh domba dengan kasar.

Tindakan tersebut telah berakibat timbulnya demonstrasi pecinta hewan peliharaan, yang marah, dan mengumpat serta mengekspresikannya dalam tulisan-tulisan yang memberi pesan, bahwa manusia seharusnya bertindak bijak dan santun juga termasuk hewan karena mereka adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang berhak untuk menghuni planet bumi, yang suatu saat juga berfungsi untuk dapat memenuhi kebutuhan protein hewani umat manusia di jagat raya ini.

Belajar dari tindakan kurang menyenangkan yang dilakukan pribadi atau kelompok manusia yang memperlakukan tumbuhan dan hewan piaraan tersebut, maka suatu saat nanti ketika penghuni lingkungan bumi ini sudah menyatu dan dapat menghargai makhluk hidup lain selain manusia, maka akan semakin lengkaplah bekal kita untuk menjaga dan turut serta melestarikan lingkungan hidup yang kondisinya sekarang tidak baik-baik saja termasuk kualitas udara, air dan tanahnya, menuju lingkungan hidup berkelanjutan.

Secara harfiah pembangunan suatu bangsa baik di sisi ekonomi, sosial dan budaya serta IPTEK pasti telah mempertimbangkan kelangsungan lingkungan hidup. Karena amanat isi pembukaan UUD’45 mewanti-wanti kita agar “bumi, air dan segala suatu yang terkandung di dalamnya, hendaknya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat”.

Pesan sakral ini tidak boleh kemudian direduksi hanya untuk beberapa generasi atau periode pimpinan negara atau periodesasi pemilihan presiden baik setelah kemerdekaan dan reformasi. Artinya jaminan keberlanjutan sumber daya alam untuk kelangsungan generasi sekarang dan nanti harus dijaga dan diusahakan.

Apabila hal tersebut terganggu dan ada faktor-faktor lain yang dapat merintangi dalam hal pencapaian: “Suistainable development goal” maka intervensi serta peran calon pemimpin dimasa datang termasuk yang sekarang sedang berkompetisi dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden akan sangat menentukan.