blank
Ilustrasi. Reka: wied

JC Tukiman Tarunasayogablank

MINGGU kemarin tentang dara getakan, digetak mabur; nah ……… minggu ini sebaiknya dilanjut dengan topik dara barakan. Di  beberapa tempat disebut juga dara bandhangan; malahan ada yang menyebutnya dara gabrulan.

Di saat kampanye pemilu sekarang ini, kelompok massa kang mung ela-elu rana-rene, ikut ke sana ikut ke sini, pasti amatlah banyak. Mengapa? Tergantung permintaan pasar saja, karena penyedia jasa “massa” itu ada dan marak saat ini.

Kelompok seperti itu, seperti telah disebut, tergolong mung ela-elu, sekedar ikut saja.  Di samping ada kelompok ela-elu seperti itu,  ada juga kelompok orang yang bagaikan burung merpati, mereka tergolong sebagai dara barakan, dara bandhangan, atau dara gabrulan.

Barakan

Barak, -sering  untuk menyangatkannya diucapkan secara mantap menjadi mbarak– , lalu berikutnya menjadi barakan,  mempunyai makna (1) nyolong raja-kaya, mencuri harta orang lain, (2) ketika disebut barakan, lalu berarti raja-kaya colongan, harta hasil dari mencuri. Dan arti ketiga (3) ialah meh padha umure, undha-undhi umure, hampir sama usianya.

Nahh……..diterapkan untuk dara barakan, maka maknanya ialah, ada serombongan merpati tiba-tiba gabung ke merpati saya misalnya. Bergabungnya itu bisa saja memang saya pilut, saya goda-goda; bisa juga kelompok itu kepilut dhewe, tertarik sendiri tanpa dipengaruhi  oleh apa pun atau siapa pun. Beberapa merpati yang saya pilut sehingga ikut bergabung dengan merpatiku, itulah yang sering disebut dara gabrulan karena saya peroleh srana gabrul. Sedang yang melu dhewe, biasanya disebut dara bandhangan.

Gabrul itu arti aslinya ngapusi, yakuwi tetuku utawa memangan durung bayar nanging ngakune uwis bayar; mengaku sudah membayar padahal belum. Perkembangan gabrul ini,  contohnya, di kantin sekolah, Jono terkenal tukang gabrul karena ambil/makan tahu telu ngakune/mung bayar  siji; makan tiga potong tahu namun hanya bayar satu saja.

Dalam masa kampanye pemilu saat ini, pasti ada entah tim sukses entah pula kelompok pendukung melakukan “penggabrulan” massa pendukung, didaku, dimasukkan ke dalam kelompoknya padahal pihak lain.

Digabrul ngono wae, karena saat ini yang dianggap terpenting oleh semua calon adalah suara. Entah diperoleh darimana dan dengan cara bagaimana pun, asal ada jumlah suaranya, itulah yang terpenting.

Baca juga Pitung Puluh Lima Dina:  Dara Getakan

Bahwa harus dengan cara gabrul, ya piye maneh. Bahkan sangat boleh jadi, memerolehnya gabrul, tetapi lalu ke mana-mana  dan kepada siapa pun bilang:  Kuwi massa bandhangan kok, melu karepe dhewe.

Nyoblos secara cerdas

Kurang lebih seperti itulah kondisi sebagian (besar??) masyarakat pemilih kita saat ini, yakni gampang dadi dara gabrulan, bandhangan, utawa barakan.  Dalam kondisi semacam itu, -tadi sudah disebutkan-, bagi para calon sing penting suk 14 Februari 2024  “nyoblos aku.”

Namun di sisi lain, masyarakat pemilih seharusnya semakin cerdas memilih, sehingga nanti nyoblos calon yang memang benar-benar diketahui (a) rekam jejaknya; yen mung dara getakan ya jangan dicoblos lah, apalagi yang jelas-jelas  diketahui sok sinis terhadap Pancasila, misalnya.

Selanjutnya, (b) calon itu datang dari partai dan/atau koalisi  apa/mana. Mengapa penting memerhatikan partai dan/atau koalisinya? Dari sanalah terpancar darah 100% NKRI-nya, ataukah  jangan-jangan hanya setengah-setengah.

Dan pemilih (penyoblos) cerdas pasti akan memertimbangkan calon ini akan kuat semangatnya memberantas korupsi, nepotisme, dan kolusi.

Jadilah pemilih (penyoblos) yang cerdas. Hindarkan sedapat mungkin dari mung seneng dadi dara barakan, bandhangan,  utawa gabrulan. Jangan mudah kepilut, tergoda oleh apa atau siapa pun padahal Anda sudah mantap dengan pilihanmu.

Pertimbangkan masak-masak: Jangan menggadaikan negeri ini selama lima tahun ke depan (bahkan bisa lebih) akibat dari pilihan tidak cerdas Anda. Hati nurani menjadi tempat bertanya dan merenung, sekaligus jawaban bila Anda masih ragu-ragu; dan ikutilah suara hati itu, jangan ikuti suara-suara lain yang bukan suara hatimu.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University