Anak itu berteriak kegirangan melihat ulah kura-kura itu, lalu nenek berkata: “Untuk menang, jangan sekali-kali memaksa seseorang menuruti kehendakmu; tetapi berilah dia kehangatan dengan kebaikan-kebaikan, niscaya dia akan memberikan tanggapannya.”
Ibu sederhana yang hebat itu mengajarkan kebijaksanaan hebat kepada cucunya tentang “jika mau menang, janganlah memaksa orang lain kecuali memberikan kehangatan kasih.” Dan, Anda berdua dapat memberi contoh tentang memberikan kehangatan kasih seperti itu demi penghematan triliunan rupiah karena akan hanya satu putaran pilpres saja.
Manadukara
Tegasnya, saya yakin, Bu Mega dan Pak Prabowo pasti dapat memberikan kenyamanan yang sangat dibutuhkan dalam “panasnya” kondisi perpolitikan saat ini, utamanya dalam menentukan agar pilpres satu putaran saja demi tercapainya cita-cita pemilu yang aman damai, luber dan membawa kesejahteraan hidup Bersama karena akan dapat dihemat trilyunan rupiah itu.
Baca juga Minangsraya, Surat Terbuka kepada Bapak Presiden
Manadukara itu searti dengan manaduganda, yakni hendaknya Anda berkenan (1) njurungi, (2) ngrujuki, dan (3) nayogyani. Bersikap njurungi, itu maksudnya memberikan panjurung, yaitu mendorong, dan itu berarti Anda adalah pendorong utama sehingga terbentuk menjadi satu kekuatan.
Anda berdua pula berkenanlah berfungsi untuk ngrujuki, sehingga semua kekuatan pendukung itu sarujuk, sepakat, setuju, seia-sekata: Ayo bersatu saja. Dalam ngrujuki ini, Anda berdua diharapkan memberi rasa hangat sebagaimana ibu sederhana dalam kisah tadi menyalakan perapian sehingga tanpa memaksa kura-kura itu mengeluarkan seluruh potensinya.
Dalam hal nayogyani, sudahlah sangat jelas, panjenengan kekalih sangat diharapkan untuk memberikan restu seraya menyeyogyakan semua pihak sepakat. Dorongan Anda berdua agar semua kekuatan “kura-kura” parpol pendukung seyogyanya segera bersatu. Dukungan lewat sepatah kata saja dari Anda seraya menegaskan: “Ayo, seyogyanya kita bersatu ……….” Sudahlah sangat berarti bagi para “kura-kura” tadi.
Inilah realisasi konkret tut wuri handayani, karena hanya dengan cara njurungi, ngrujuki, dan nayogyani saja, Anda berdua sudah sangat cukuplah untuk memberi energi secara gegap gempita kura-kura itu bersatu padu keluar dari cangkang masing-masing.
Sebagai penutup, ada lagi kisah sederhana berikut. Seorang anak desa dari kampung memberanikan diri menemui direktur utama perusahaan besar. Ia melamar pekerjaan tanpa surat lamaran apa pun. “Apa motto hidupmu sehingga berani melamar pekerjaan tanpa memberikan secuil lamaran pun?”
Anak muda desa itu menjawab polos: “Sama dengan motto Anda!!” Direktur utama terheran-heran, dan balik bertanya: “Apa maksudmu sama dengan motto saya?”
Anak desa itu langsung diterima karena ia menjawab: “Di pintu depan kantor ini tertulis DORONG, dan itulah motto saya.”
JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University