Hidangan ini menjadi hasil dari berbagai pertemuan dan interaksi yang sering terjadi antara pihak keraton dan pihak Belanda. Dalam setiap pertemuan itu, seringkali muncul masalah ketika makanan yang disajikan tidak cocok, karena orang Belanda memerlukan hidangan berbasis daging, sedangkan pihak Keraton lebih memilih hidangan sayuran.
Kemudian, keluhan dari kedua belah pihak tersebut direspons dengan menciptakan sebuah menu inovatif yang menggabungkan komponen-komponen seperti wortel (wortelen), selada (sla), kentang (aardappel), buncis (boon), mentimun (komkommer), telur (ei), serta dihidangkan dengan saus kecap (sojasous) dan saus mayones.
Dikutip dari halaman indonesia.go.id, selat solo adalah hasil gabungan antara bistik dan salad. Nama “selat” diambil dari kata slachtje yang merujuk kepada salad. Sedangkan istilah “bistik” digunakan untuk menggambarkan dagingnya, yang berasal dari kata Belanda “biefstuk.”
Di Eropa, steak seringkali disajikan dalam potongan besar dan dimasak hingga setengah matang. Namun, Raja-raja Kasunanan Solo tidak terbiasa makan daging dengan cara yang serupa.
Akhirnya, daging yang seharusnya dimasak setengah matang diubah menjadi daging sapi yang telah dicincang, dicampur dengan sosis, tepung roti, dan telur.
Campuran tersebut kemudian dibentuk menjadi gulungan panjang mirip lontong dan dibungkus dengan daun pisang.
Daging yang telah diolah tersebut kemudian dikukus sampai matang dan dibiarkan mendingin. Selanjutnya, daging yang telah diolah ini dipotong tebal dan digoreng dengan sedikit margarin.
Menyajikan Selat Solo
Selat solo disajikan dengan sayuran seperti wortel dan buncis yang direbus, tomat, telur rebus, dan daun selada. Untuk memberikan rasa kenyang, hidangan ini juga dilengkapi dengan kentang goreng. Di atas daun selada biasanya ditambahkan saus mustard, dan beberapa orang juga menambahkan acar mentimun sebagai pelengkap.
Cara penyajian selat solo sangat berbeda dengan steak khas Eropa. Selat solo disajikan dengan rasa rempah yang cukup kuat dan disiapkan dalam kondisi dingin, sementara steak Eropa biasanya disajikan tanpa bumbu rempah dan disantap dalam keadaan panas.
Itulah latar belakang Selat Solo, sebuah hidangan khas dari Kota Solo yang menggabungkan elemen budaya Jawa dan Eropa.
Intan Kusuma wardani-Mg