Para narasumber pada Seminar Kebangsaan, saat menyampaikan pandangannya tentang persatuan dan kesatuan Indonesia. Foto: dok/gempita

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Pembina Gerakan Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita) Jawa Tengah, Rahmat Da’wah mengatakan, sebanyak 46,7 persen mahasiswa dan pelajar, telah bersiap untuk menegakkan kembali berdirinya negara Islam atau khilafah.

Pernyataan yang dia sampaikan itu, mengutip dari hasil survei Mata Air Foundation bersama Alvara Research Center, yang dirilis pada 2017 lalu. Rahmat menyampaikan hal itu, dalam Seminar Kebangsaan, yang digelar di Hotel Kusuma Sahid, Solo, belum lama ini.

Bahkan menurut dia, masih mengutip hasil riset itu, diprediksi tahun ini data generasi milineal yang mendukung berdirinya khilafah, sudah bertambah menjadi lebih dari 50 persen.

BACA JUGA: Pelihara Kondusivitas, Polresta Magelang Laksanakan Patroli Bersama

”Tahun ini mungkin sudah bertambah, sehingga lebih dari 50 persen generasi muda, mahasiswa dan kalangan pelajar, ikut mendukung negara khilafah. Kalau tidak segera dilakukan langkah-langkah pencegahan, Indonesia bisa hancur,” kata Rahmad dalam acara yang diikuti puluhan peserta itu.

Seminar sendiri dibuka oleh Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Jateng, Widi Nugroho. Ikut menyampaikan gagasan pula, Pembina Kampung Pancasila, Achmad Robani Albar SH MH.

Alasan kenapa para generasi muda ikut mendukung khilafah, bahkan sudah ada yang terpapar paham terorisme, Rahmat menjelaskan, salah satunya karena pemahaman keagamaan mereka tidak lengkap.

BACA JUGA: Mediasi Dugaan Pelanggaran KI di Jepara Berakhir Damai

”Padahal Nabi Muhammad SAW, seusai Perang Badar menyatakan, jihad terbesar bukan menghancurkan orang lain, tapi jihad melawan hawa nafsu pribadi kita sendiri,” ujarnya.

Dia menambahkan, penyebab di Indonesia bukan hanya akibat pemahaman keagamaan yang tidak lengkap, namun bisa juga karena beberapa faktor lain. Seperti kemiskinan, salah pergaulan, pengangguran, masalah kenegaraan, ketidakadilan, dan ketidaktahuan masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan organisasi.

Mencegah paham radikalisme, terorisme dan intoleransi, ujar Rahmat, bukan tanggung jawab pemerintah ataupun aparat keamanan semata. Kalangan masyarakat juga perlu dijadikan sebagai ujung tombak, dalam upaya menjaga keutuhan NKRI, nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika.

BACA JUGA: Pelaku Wisata Karimunjawa Kompak Dukung Penutupan Tambak Ilegal

Sejumlah peserta, panitia dan para pembicara, melakukan foto bersama usai acara. Foto: dok/gempita

”Telah kita ketahui bersama, terorisme, radikalisme dan intoleransi bukan hanya karena pemahaman keagamaan yang tidak lengkap. Tapi juga karena kemiskinan, salah bergaul, pengangguran, masalah kenegaraan atau politik, ketidakadilan dan beberapa ketimpangan lain,” imbuhnya.

Sementara itu, Achmad Robani dalam kesempatan yang sama menyatakan, untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme, intoleransi ataupun terorisme, harus selalu mengampanyekan ke masyarakat tentang mencintai Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI harga mati.

”Menjaga NKRI itu hukumnya wajib bagi kita, warga negara Indonesia. Kenapa harus dijaga? Karena kita semua sudah paham tentang rongrongan dari para penganut paham radikalisme, intoleransi, ataupun terorisme. Paham-paham itu sebenarnya merupakan politik adu domba, sehingga harus kita waspadai,” ungkap dia.

BACA JUGA: Gebyar Pajak 2023 Tingkatkan Kesadaran Warga Bayar Pajak Tepat Waktu

Sebelum seminar dibuka, aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita) Jateng, mendeklarasi untuk tetap ikut menjaga keutuhan NKRI, Pancasila, UUD 1945, serta Bhinneka Tunggal Ika.

Ormas ini juga mendukung terwujudnya Pemilu 2024 yang kondusif, aman, tertib, tanpa hoaks, damai, berintegritas, dan bebas politisasi SARA.

Riyan