blank
Ilustrasi. Reka: wied

JC Tukiman Tarunasayogablank

APA tanda-tanda  bahwa seseorang itu menaruh rasa iri kepada orang lain?

Apakah orang yang suka nyinyir itu identik orang iri? Mengapa orang iri sering bertindak menjengkelkan?

Berbagai pertanyaan itu akan saya jawab seraya  mengawalinya dengan sebuah cerita ini.

Belasan tahun saya tidak pernah “menyapa” deretan koleksi buku yang berderet-deret di rak buku, bahkan ratusan judul buku itu semakin akrab dengan debu karena jarang saya bersihkan. Ehhhhhh tiba-tiba, tergerak hati untuk menata ulang sesuai dengan ukuran buku; tertarik perhatianku ke sebuah sampul buku berwarna kuning kemerahan Ramayana, Indonesian Wayang Show (Sunardjo Haditjaroko, M.A, Djambatan: 1981).

Daftar isi menyebutkan ada tigapuluh adegan/episode, dan ternyata adegan pertamanya sudah menjelaskan rasa irinya Ratu Kekayi berhubung dalam waktu dekat suaminya, Raja Dasarata, akan mengangkat anak pertamanya, Rama, menjadi penggantinya.

Mengapa Kekayi iri? Ia menginginkan agar raja selanjutnya diberikan kepada anak keduanya, -anak kesayangan Kekayi-, Barata. Bermula dari rasa iri secara internal, kisah Ramayana berlanjut dan berkembang membawa serta perang dengan berbagai intriknya.

Nampel Pulukan

Sebenarnya, Rama sangat memenuhi persyaratan untuk menggantikan ayahanda; dan bagaikan nasi yang sudah siap disantap, dipuluk, mengingat pesta penobatan sudah juga dipersiapkan sangat meriah.

Namun nasi yang sudah siap disantap itu ditampel oleh rasa iri Kekayi lewat trik-triknya. Ambyar semua persiapan pesta, nyaris entek-entekan.

Baca juga Mardika kang Mardikani amrih Mardikengrat

Bacalah nampel seperti Anda mengucapkan mengikuti apel pagi; atau juga seperti Anda mengatakan menempelkan meterai; dan arti nampel sudahlah jelas, yaitu menepis, mencegah atau menggagalkan secara paksa agar tidak dilakukan.

Seperti sesuap nasi yang sudah didekatkan ke mulut, lalu ada orang lain menepis sendok atau tangannya, karena itulah gagallah nasi itu masuk ke mulut. Itulah arti harafiah nampel pulukan, menggagalkan orang yang sudah akan menyuap nasi, seperti halnya Kekayi yang menggagalkan pesta penobatan Rama sebagai raja penerus Dasarata yang sering juga disebut dengan Destarata.

Nampel pulukan adalah sebuah peribahasa yang bermakna nyenyongah, utawa nyenyamah wong kang lagi nemu kabegjan: Orang justru menjelekkan, menyudutkan, nyinyirin, meremehkan (bahkan mungkin juga menuduh) kepada orang yang sedang berbahagia karena menemukan keberuntungan.

Orang melakukan “nampel pulukan”  karena tidak ingin orang lain bahagia, misalnya lalu nyinyir terhadap rasa bahagia setelah melakukan hilirisasi PDB orang Indonesia meningkat tajam.  Nampel pulukan sangat tepat diperuntukkan bagi orang-orang yang justru  bersikap sinis melihat orang sukses.

Apa pun alasannya,  sikap  seneng nyenyongah wong kang lagi nemu kabegjan, tentulah orang semacam ini termasuk bilangan orang yang tidak terpuji. Mengapa? Kalau dia sendiri sedang mengalami kebahagiaan, pasti juga tidak mau atau tidak senang ada orang mengganggunya lewat nyenyongah.

Mengapa?

Trik nampel pulukan seperti apa dilakukan Kekayi? Ia berpura-pura sakit, tidak mau makan, tidak mau tidur dan trik lainnya untuk menggagalkan penobatan itu. Rasa iri sangat menggerakkan Kekayi menempuh berbagai cara dan bersikap nampel pulukan.

Di samping itu, Kekayi juga punya agenda besar terkait anak kesayangannyalah yang ia inginkan menggantikan sebagai raja.

Nampel pulukan ternyata digerakkan oleh adanya agenda tersembunyi; dan sekali pun terhitung tidak terpuji, ada saja orang tetap (terus??) melakukannya. Mengapa? Besar kemungkinannya, nampel pulukan dijalankan karena merasa (sebenarnya) kalah bersaing jika lewat “jalan biasa;” maka ditempuhlah lewat cara nyenyamah, nyenyongah, termasuk mengolok-olok.

Karena kalah bersaing secara wajar, maka ditempuhlah jalan persaingan lewat menjelekkan atau mencari kelemahan atau cacat-celanya. Si penempuh nampel pulukan lupa bahwa dirinya pun memiliki kekurangan atau pun cacat-cela. Dalam ungkapan lainnya, orang yang punya keinginan tertentu sering kali lupa banyak hal;  itulah melik gendhong lali.

Kepada para pihak yang suka nampel pulukan, sekali pun mungkin Anda menemukan kebahagiaan lewat menjelek-jelekkan atau memojokkan orang yang sedang berbahagia; ingatlah bahwa kebahagiaanmu itu semu.

Mau tahu bukti semunya? Buktinya, sekali Anda merasa berhasil lewat suka memojokkan, nyinyir, sinis; cara-cara seperti itu pula yang akan Anda ulang-ulang terus dan terus. Bahagiamu seolah tiada batas, namun sebenarnya hanya bersifat sementara dan semu; dan nanti mencari “mangsa baru” lagi. Gawe dosa.

Ajaran moralnya, sebaiknya jangan meniru Kekayi yang ternyata karena ambisi dan iri hatinya, ia tega memojokkan raja, suaminya  sendiri agar Dasarata juga mau menempuh nampel pulukan.  Duhhhhhh ………….orang yang suka nampel pulukan jebul ingin menularkan sikapnya seperti  itu kepada orang lain. Jangan ditiru dong.

Ajaran lainnya, alangkah indahnya hidup ini kalau dipenuhi rasa bahagia katimbang rasa iri; alangkah damainya hidup ini kalau berbahagia melihat orang lain bahagia. Sebaliknya, jangan suka mengubah kebahagiaan diri dan kebahagiaan orang lain menjadi menyudutkan atau pun menjelekkannya.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Catholic Soegijapranata University