Ilustrasi. Reka: wied

JC Tukiman Tarunasayoga

JAN-JANE, sejatinya, tidak ada “politik sabar” atau “politik kesusu” itu. Sebab yang jelas ada itu orang sabar atau sebaliknya orang suka kesusu, serba tergesa.

Namun, keren deh kalau kosakatanya menyebutkan seperti judul tulisan ini, karena seraya membaca judulnya saja, ingatan dan pikiran khalayak serta-merta “menyebut” sederetan nama yang termasuk  politik(us) sabar, yakni Suta, Naya, Dhadhap, Waru.

Sementara itu, sambil merem pun,  khalayak dapat dengan mudah bergumam: “Oh, kalau seperti dia, dia, dia, dan dia itu tergolong politik(us) kesusu.”

Dari mana orang dengan mudah memeroleh kesan adanya politik(us) sabar vs politik(us)  kesusu itu?

Gampanglah; entah dari caranya omong, caranya berkeputusan, kiprah Lembaga atau organisasinya, serta yang sangat signifikan tentu dari dampak omongannya, kebijakannya, dst. Dan, lebih signifikan lagi, lihatlah  sepak-terjang dari anak buahnya atau pengikutnya, serta pendukungnya.

Baca juga Bocor bin Trocoh atau Trocoh bin Bocor?

Begitu anak-buah, pengikut dan pendukung seorang Tukiman di mana dan ke mana pun omong “bacawapres harus segera diputuskan, yaitu Tukiman” atau “Tukiman itu  harus cawapres.”

Nah ………… itu sudah membuktikan betapa Tukiman itu politik(us) kesusu.  Bahkan bukan hanya politik(us) serba tergesa, karena orang lalu menyebutnya: “Oh……politik(us) kemarin sore itu.”

Sabar vs kesusu

Ada dua makna sabar sangat penting dicatat dan selayaknya dipraktekkan, yakni, pertama sabar berarti sareh enggone nandhang, ngarep-arep, gawe putusan, lsp. Maksudnya, seseorang disebut sabar manakala ia sareh (bacalah seperti Anda memanggil nama Saleh), yaitu ora kesusu, tidak tergesa-gesa dalam hal apa pun.

Tadi disebutkan sareh enggone nandhang, yaitu tidak tergesa-gesa dalam  mengalami atau pun melaksanakan sesuatu. Orang kesusu selalu berpikiran kiamat segera akan datang, maka segera “pagi-pagi benar” memutuskan si Polan calon presiden, misalnya.

Mengapa kesusu? Pasti banyak argumentasi dan alasannya, termasuk alasan perangai yang sarwa kesusu tadi. Alasan lain, pengin menjadi orang pertama dalam segala hal, tidak mau ada pihak yang mendahuluinya; atau juga ora sabar karena segera ingin sekali lari kencang (entah mengejar apa?).

Makna kedua dari sabar ialah ora cepak nepsune, tidak mudah marah atau tidak gampang tersinggung. Kalau bahasa/ungkapan zaman now, yah……sebutlah ora baperan, begitulah kira-kira.

Makna kedua inilah yang sangat jelas keterkaitannya dengan sebutan politik(us) kesusu tadi. Orang yang ora sabaran, indikasinya antara terbukti dari cepak nepsune atau baperan tadi.

Puncak tertinggi orang sabar ada pada sebutan sabar-drana, orang itu sabaaaaaar banget; sampai-sampai, misalnya, orang yang suka mengolok-olok dirinya pun dibezuk manakala sedang sakit.

Mengapa? Orang sabar-drana ini rupanya berpedoman: “Bukan orang sehat membutuhkan tabib, melainkan orang sakitlah yang membutuhkannya.”

Sareh

Orang serba tergesa, kesusu, tidak termasuk golongan wong sareh. Menghadapi orang sarwa kesusu ini memang perlu disarehake, dileremake, yakni kondisinya dibuat cool dulu. Itulah cooling down, diasokake, diminta istirahat dulu, atau ada yang menyebutnya “dipingit”  dulu.

Mungkin diajak healing lewat piknik, karena bisa jadi kurang piknik sehingga kurang sareh. Ungkapan yang sangat relevan terkaitkan cooling down ini, ialah: “Sarehne sampeyan kurang piknik, wis ngaso sik, mari istirahat sejenak, dolan-dolan.”

Ungkapan sarehne menegaskan semacam kesimpulan-antara lewat kata-kata:  “Amarga saka …………,……, maka Pak Ketua sebaiknya istitahat dulu.” Nanti jika kondisinya sudah mendukung, pak ketua tadi dapat kembali berkiprah seperti semula.

Berbahagialah orang yang sabar lan sareh, ora kesusu apalagi ora gampang nepsune; sebab engkaulah yang akan memiliki apa yang engkau inginkan. Berbahagialah orang yang sabar lan sareh, sebab engkaulah yang akan   digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang disebut politik(us) sabar-drana.

Dan berbahagialah orang yang bahagia karena sabar lan sareh, sebab engkaulah yang akan empunya kemenangan melawan orang-orang yang ora sabaran, ora sareh, apalagi orang-orang yang gampang nepsune utawa baperan.

Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University