JAKARTA (SUARABARU.ID) – Pakar Komunikasi Politik, Antonius Benny Susetyo menyampaikan, menjelang pesta demokrasi, sudah sepatutnya peranan partai politik untuk menjaga dan mencapai kemajuan bangsa. Ia menegaskan agar partai-partai politik fokus dalam mencapai cita-cita kemerdekaan.
“Maka partai-partai politik hendaknya berpikir tentang masa depan. Bahwa kekuasaan tidak hanya sekedar saya mendapat apa dan memperoleh apa, tetapi kekuasaan adalah sarana alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, untuk mencapai keadilan, dan sarana agar kesejahteraan itu tercipta,” tuturnya.
Menurut Benny yang juga seorang budayawan mengatakan, untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan rakyat, diperlukan pemimpin yang bermoral, yang mampu menggerakkan masyarakat agar kita mampu mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia.
“Maka tugas pemimpin yang memiliki moral adalah pemimpin yang bisa membedakan mana yang publik, mana yang privat. Tugas dari pemimpin adalah mengupayakan cita-cita kemerdekaan. Bahwa bangsa ini merdeka agar masyarakatnya sejahtera, adil, dan makmur, agar masyarakat cerdas, agar masyarakat Indonesia mampu bersaing di tingkat global untuk membangun perdamaian dunia,” ujarnya.
Pesan kepemimpinan bermoral telah disepakati dan dicetuskan oleh ketua PPNU dan Ketua Muhammadiyah yang menyepakati untuk menguatkan visi kebangsaan serta pentingnya kepemimpinan moral dalam kontestasi Pemilu 2024, pada pertemuan keduanya di Jakarta, belum lama ini.
Benny mengatakan, momentum pertemuan Ormas tersebut sejalan dengan pemimpin yang bermoral, yaitu pemimpin yang mau memahami denyut nadi rakyatnya, pemimpin yang membahagiakan kembali kedaulatan rakyat, dan pemimpin itu harus memperhatikan rakyatnya yang saat ini masih menghadapi persoalan.
Menghadapi persoalan politik saat ini, menurut Benny, publik saat ini sedang was-was karena dari ketiga calon Presiden yang muncul di tengah-tengah publik, berdasarkan hasil semua survei tidak atau belum ada yang unggul.
Menurutnya, ada kecenderungan saling menyalip satu dengan yang lain. Keunggulan yang tipis itu membuat akhirnya beberapa analis politik mengatakan pentingnya Wakil Presiden dalam posisi untuk menambah suara dari masing-masing calon presiden.
“Maka koalisi yang permanen begitu sulit saat ini, karena masing-masing partai politik menginginkan bagaimana mereka masuk ke dalam posisi Wapres itu”, tegasnya.
Pertanyaan yang mendasar, lanjut Benny, mengapa seakan-akan partai-partai itu saling menyandera. Ia menduga ada kepentingan dibalik itu semua. Padahal Benny mengatakan tantangan terbesar saat ini adalah menghadapi konsolidasi demokrasi.
“Konsolidasi demokrasi membutuhkan kesadaran bersama akan common sense bahwa elit politik harus bersatu padu. Agar capaian Presiden Jokowi selama dua periode bisa dioptimalisasikan, karena bonus demografi bonus dimana kita mendapatkan energi baru, orang-orang muda yang kreatif dan inovatif ini. Kalau kita gagal membangun konsolidasi demokrasi, maka kita menjadi bangsa yang akan terpuruk yang tidak mampu menjadi negara maju”, jelasnya.
Benny menambahkan, dalam 15 sampai 20 tahun kedepan jika konsolidasi demokrasi berhasil, politik stabil dan Indonesia mendapatkan pemimpin yang bisa meneruskan apa yang dibuat oleh Presiden sebelumnya, maka Indonesia akan menjadi negara maju dan akan mampu membangun suatu konsolidasi demokrasi sebagai negara demokrasi yang terbesar, dan inilah dinantikan oleh publik.
Selanjutnya, Benny mengajak partai politik beserta elitnya agar memiliki moral keutamaan publik dan tidak saling menyandera partai lain, akan tetapi senantiasa membuat visi misi dan program yang dapat mewujudkan cita-cita luhur bangsa.
“Maka dalam mengolah partai politik hendaknya elit politik bukan menyandera partai politik, tetapi partai politik harus memiliki moral publik. Tugas dari para politik adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, mengupayakan program-program, sehingga masyarakatnya sejahtera dan adil, serta mendorong konsolidasi demokrasi, sehingga Indonesia mampu menjadi negara maju,” pungkasnya.
Ning S