Senada, Ahmad Baharuddin dosen PGSD yang juga merupakan Ketua KKL membenarkan bahwa pemecatan Masfuah merupakan dampak dari pelaksanaan KKL.
Menurutnya, pihak Rektorat menganggap Masfuah melanggar kebijakan kampus dengan tetap menjalankan KKL, meski pihak rektorat mengeluarkan surat yang isinya tidak mengizinkan kegiatan tersebut.
“Padahal, KKL sudah berjalan setiap tahun dan tidak ada permasalahan,”ujarnya.
Baharuddin mengatakan, sikap Masfuah tetap memberangkatkan KKL didasarkan atas kesepakatan semua mahasiswa dan dosen. Apalagi, surat dari rektorat tersevut terbit mendadak dan sudah berdekatan waktunya dengan pelaksanaan KKL.
“Surat dari Rektorat terbit Jumat sore, sementara KKL berangkat Senin pagi. Dengan kondisi tersebut sangat tidak mungkin kami membatalkan kegiatan karena kendaraan, hotel maupun tempat tujuan KKL sudah terlanjur dipesan dan tidak ada waktu dibatalkan,”paparnya.
Kuasa hukum Masfuah, Wiyono mengatakan pihaknya akan terus mengawal kasus Masfuah. Menurut Wiyono, pemecatan Masfuah dinilai melanggar UU ketenagakerjaan.
“Pemecatan tidak sesuai prosedur karena tidak didahului surat peringatan 1 dan 2. Oleh karena itu, jika yayasan tidak menanggapi kasus ini dalam waktu 7 hari ke depan, kami akan melakukan langkah hukum PHI,”ujar Wiyono, usai keluar dari ruang perundingan.
Tak hanya itu, Wiyono juga menyinggung ada nuansa kesewenang-wenangan oknum Rektorat dan Yayasan dalam kasus pemecatan Masfuah.
Oleh karena itu, Wiyono juga berencana akan mengadukan persoalan yayasan UMK ini ke owner maupun Forkopimda.
“Perlu diingat historis berdirinya UMK ini ada campur tangan dari Pemkab dan perusahaan yang ada di Kudus. Tapi kenyataannya, saat ini unsur Forkopimda justru dihilangkan dari yayasan,”paparnya.
Sementara, pihak yayasan hingga kini belum bersedia memberikan statemen atas kasus tersebut.
Ali Bustomi