Malam takbiran Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan Kudus. Foto:ist

KUDUS (SUARABARU.ID) – Malam takbiran di Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, berlangsung meriah dan penuh makna pada Minggu (30/3) malam. Warga setempat merayakan malam penuh berkah ini dengan pawai takbiran yang diisi beragam atraksi kesenian bernuansa Islami.

Kepala Desa Undaan Lor, Nurul Qomar, mengungkapkan bahwa meskipun terdapat sejumlah pembatasan, semangat masyarakat dalam menyambut Hari Raya Idulfitri tetap tinggi.

“Alhamdulillah, kondisi Undaan Lor aman dan kondusif. Meski tak semeriah tahun-tahun sebelumnya karena larangan penggunaan sound horek dari pemerintah kabupaten, esensi takbiran tetap terjaga: mengumandangkan takbir menyambut Idulfitri,” ujarnya.

Tercatat ada 20 kelompok peserta yang ambil bagian dalam pawai takbiran tahun ini. Mereka berasal dari berbagai elemen masyarakat, termasuk musala, masjid, karang taruna, hingga warga umum. Setiap kelompok menampilkan kreativitasnya melalui miniatur dan replika bertema Islami.

“Berbeda dari tahun-tahun lalu yang menampilkan ogoh-ogoh atau makhluk menyeramkan, tahun ini peserta memilih ikon-ikon Islami seperti miniatur masjid dan replika hewan. Ini adalah langkah positif,” tambah Nurul Qomar.

Warga mengarak tokoh pejuang Islami dalam pawai takbiran. Foto:ist
Menjaga Nilai Islami dalam Tradisi

Larangan ogoh-ogoh, yang sebelumnya kerap berupa tokoh pewayangan atau bentuk menyeramkan, diterapkan demi menjaga kekhidmatan dan kesesuaian acara dengan nilai-nilai keislaman.

“Malam takbiran adalah momen spiritual umat Islam. Sudah sepatutnya tema yang diangkat selaras dengan semangat keislaman. Kami bersyukur masyarakat mulai sadar akan hal ini,” jelasnya.

Untuk kelancaran lalu lintas, pemerintah desa juga membatasi ukuran miniatur yang ditampilkan. Sebelumnya, beberapa ogoh-ogoh memiliki ukuran hingga delapan meter, yang dinilai berlebihan dan mengganggu jalan.

“Kami imbau warga untuk membuat miniatur yang lebih sederhana namun tetap menarik,” katanya.

Menariknya, pendanaan acara sebagian besar berasal dari swadaya masyarakat. Pemerintah desa hanya memberikan dukungan sebesar Rp500.000 untuk konsumsi peserta. Larangan penggunaan sound horek juga diberlakukan demi menjaga kekhusyukan dan mencegah potensi gangguan.

“Semoga tahun depan kegiatan ini bisa terus berkembang menjadi ajang syiar Islam yang damai, kreatif, dan bermakna,” pungkasnya.

Ali Bustomi