blank
Ilustrasi

JC Tukiman Tarunasayogablank

CALON tidak berapa lama lagi, akan semakin menjadi kata sakti-bertuah, apalagi jika dipasangkan dengan kata presiden, dan kemudian diperas/disingkat menjadi capres; atau dengan wakil presiden, jadilah cawapres. Dan sesuai dengan jadwal serta tahapan pemilu 2024,  kosakata capres, cawapres, atau tepatnya bacapres (bakal calon presiden) dan bacawapres (bakal calon wakil presiden); akan semakin heboh lagi menyusul akan ada ratusan nama caleg, calon legistalif beredar di berbagai media komunikasi.

Dalam Bahasa Indonesia, kata calon bermakna dua saja, yaitu bakal dan/atau yang akan menjadi;  dan orang yang diusulkan supaya dipilih/diangkat menjadi ……  Contoh capres-bacapres atau caleg-bacaleg di atas telah menjelaskan dengan sendirinya arti kata calon ini. Sedangkan dalam Bahasa Jawa, dua makna itu masih diperkaya lagi dengan penjelasannya.

Seseorang disebut calon, karena orang itu …. bakal dadi utawa kanggo, dia itu bakal menjadi dan bermanfaat; oleh karena itu sebutan yang lebih tepat/kena ialah dicaloni  mengingat orang itu bakal didadekake, benar-benar akan diperjuangkan untuk jadi.  Maknanya sangat mendalam karena begitu seseorang dicaloni, seluruh kekuatan dihimpun untuk benar-benar menjadikannya: kalau capres-cawapres ya benar-benar akan didukung sepenuh kekuatan agar kelak benar-benar jadi presiden dan wakil presiden. Mengapa sangat diperjuangkan? Karena orang itu benar-benar akan bermanfaat bagi nusa dan bangsa, bakal kanggo. Apa artinya jadi namun tidak bermanfaat?  Tegasnya, apa artinya jadi anggota legislatif jika dalam kenyataannya ….bla…….bla……bla……

Di beberapa tempat, seseorang disebut calon itu identik dengan pengantin perempuan; dengan ungkapan seperti: Calone bocah endi? ….. itu maksudnya bertanya tentang  asal usul calon penganten perempuan. Dalam konteks seperti ini, asal-usul calon menjadi sangat penting, bahkan difokuskan kepada pihak perempuannya karena perempuanlah pembawa rahim kehidupan, bumi pertiwi, ibu pertiwi.

Cala dan Calo

Oleh karena itu wahai para calon, dalam proses penyalonan Anda semua saat ini, hendaklah Anda tahu dan sadar betul betapa Anda sedang berayun-ayun antara cala lan calo; bukan saja Anda harus sangat berhati-hati, namun juga harus tajam intuisi-pikirmu.

Cala, katakanlah seperti Anda mengucapkan Salatiga atau Calamadu, memiliki sekurang-kurangnya enam makna yang dapat “bertolak-belakang” tergantung pemakaiannya.  Satu, cala, cecala, berarti wong kang diutus aweh kabar/weruh; seseorang yang dipercaya untuk memberi kabar kepada pihak lain. Dua,  senada dengan makna pertama ini, cala juga berarti bebuka, pepucuking rembug, seperti sebuah preambul dalam dokumen resmi; dan tiga, cala juga berarti gunung, ancala.

Makna selanjutnya inilah yang harus sangat disadari penuh hati-hati bagi para calon; karena, empat, cala bisa berarti cacat cela; lima julig, pengapus, tukang apus-apus, yaitu orang yang kesukaannya tipu-tipu, penuh kelicikan;  dan enam, cala juga bisa bermakna obah-owah, mancala, seperti contohnya mancala putra, mancala (awas jangan mancali) putri, yakni seseorang yang tidak teguh pendiriannya, berubah-ubah.

Anda sebagai calon, jadilah cala pada makna pertama, kedua dan ketiga; caranya  ialah: Jauhkanlah dirimu dari makna empat, lima, dan enam. Tenan ya, janji ……!!!

Cara lain agar para calon   benar-benar bakal dadi lan kanggo, hendaklah  Anda tidak tergiur dengan/oleh  calo.   Banyak orang mungkin kurang paham bahwa kata calo itu murni berasal dari Bahasa Jawa, yang artinya (i)  bangsa impun, yakuwi iwak segara, dan (ii) diklumpukake, dikumpulkan, dihimpun menjadi satu kesatuan.

Nah …………dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kata calo berarti orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya berdasarkan upah.  Jadilah calon yang pintar berayun-ayun antara cala lan calo, dan justru di sinilah ujian terberat Anda. Selamat dan sukses menjadi calon, dan kelak Anda benar-benar dadi lan kanggo.    

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Soegijapranata Catholic University (SCU)