blank
Ilustrasi, makanan bergizi dengan lauk walang. Foto: Reka SB.ID

blankULASAN ini spesial sebagai masukan untuk program MBG, makan bergizi gratis, dan yang dibahas khusus tentang walang. Mengapa? Ini terkait dengan  pernyataan pimpinan BGN, Badan Gizi Nasional,  tentang adanya peluang nantinya menu MBG (makzitis, makan bergizi gratis)  antara lain ada walang-nya; terutama di wilayah yang selama ini masyarakatnya sudah akrab dan mengonsumsi walang.

Inilah kelebihannya MBG (makzitis, makan bergizi gratis) yang dikomandani oleh BGN (Badan Gizi Nasional) dan pimpinannya adalah ahli gizi. Ternyata, gizi ada dan ditemukan baik di fauna maupun flora yang terdapat di tanah air kita: Ada kelor, ada juga serangga, walang dan mungkin nanti akan semakin banyak sumber pangan bergizi yang dapat mendukung MBG.

Masukannya dua saja, yakni perlu digencarkannya (a) klarifikasi, dan (b) diversifikasi penyelenggara (pemasak). Apa yang terutama perlu diklarifikasi? Beri penjelasan sejelas mungkin tentang gizi walang (atau pun kelor), meski masyarakat setempat sudah sangat akrab dan mengonsumsi secara rutin. Klarifikasinya juga perlu sampai ke pembentukan rasa bangga pada diri para siswa.

Kita semua punya anak atau cucu bahkan cicit yang masih sekolah di tataran  PAUD dan  Dikdasmen. Mereka ini perlu diberi motivasi terus agar bangga terhadap asupan makanan lokalnya. Siapa harus memotivasi? Tentu orangtua, guru, kepala sekolah dan masih banyak pihak lainnya; dan sumber motivasinya ada pada BGN dalam klarifikasinya. Kalau anak-anak tidak bangga, aduhhhhh…..nanti MBG “dicibir,”  piye jal?

Baca juga  (Akal) BULUS

Cibirannya, misalnya: Hallo, kapan bisa terbang karena asupan MBG-mu walang terus?” Beri penjelasan jelas, serangga apa saja yang aman dan bergizi sebagai asupan.

Diversifikasi penyelenggara

Inti masukan tentang diversifikasi penyelenggara ini, ialah penyelenggara masak harus semakin diperbanyak lewat melibatkan para pemasak local, bahkan sebaiknya sampai ke satuan Pendidikan. Maksudnya, berilah (dan biarlah) masing-masing satuan Pendidikan (sekolah) mengorganisasi orang tua siswa untuk menjadi pemasak.

Biarlah dan berilah mereka kepercayaan untuk memasak yang terbaik bagi anak-anak mereka. Apalagi ketika nanti MBG akan semakin mengutamakan sumber pangan lokal; wah ……….. itu pasti ibu-ibu setempat ahli masaknya. Oleh karena itu BGN harus “merelakan” dan terbuka hatinya bila para pemasak itu ibu-ibu setempat. Tugas BGN monitoring menu dan pelaksanaanya saja.

Walang

Mari kembali ke masalah walang. Ungkapan yang dipakai oleh kepala BGN ialah serangga untuk menegaskan betapa menu MBG, tepatnya lauk,  di beberapa wilayah sangat mungkin terdiri dari   walang, belalang. Langsung teringat penggalan nyanyian anak-anak:  “Tepuk ame-ame, belalang kupu-kupu; siang makan nasi kalau malam minum susu.”   Dalam konteks MBG, susu katanya diberikan dalam MBG itu, dan itu siang hari. Dan di beberapa wilayah  lauknya belalang. Pertanyaannya, apakah akan ada kupu-kupunya kelak sebagai lauk, entahah. Yang sangat jelas, penggalan lagu “Tepuk ame-ame” tadi sangat dikenal oleh anak di mana pun.