blank
ilustrasi tentang jimat kebo landhoh. Foto: Rek SB.ID

blank

ADA kisah unik tentang tokoh spiritual nyentrik bernama Saridin. Dalam legenda Pati, Saridin adalah putra Ki Ageng Kiringan yang lahir di Desa Kiringan, Pule, yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari kediaman penulis.

Saridin masih ada garis keturunan dari Sunan Kudus. Putra Ki Ageng Kiringan itu, ketika lahir oleh Sunan Kalijaga diberi nama Syahridhi, sedangkan oleh Sunan Muria diberi nama Syah Ridho. Oleh lidah Jawa  yang sulit mengucapkan huruf Arab, Syahridhi atau Syahridho itu lebih populer dipanggil Saridin.

Sebagaimana pemuda Jawa zaman dulu, Saridin  memiliki banyak ilmu kesaktian. Sebagian dari kesaktiannya, dia bisa mecah raga ketika sedang menjalani hukuman pidana oleh penguasa Pati akibat kekhilafannya membunuh Branjung, pencuri durian yang setiap beraksi mengenakan pakaian mirip harimau.

Kehidupari Saridin, teramat miskin. Dia menikah dengan wanita Desa Miyono, Kayen, Pati dan sehari-hari merawat kerbau. Dikisahkan, kerbau miliki Saridin itu bertanduk melengkung ke bawah sehingga mengganggu ketika makan rumput.

Baca juga Jimat Alam Jimat Buatan – I

Selain menikahi wanita desa, Saridin menikah dengan kerabat Mataram. Pernikahan itu karena keberhasilannya membebaskan Sengkala Bahu Laweyan, penyakit batin yang menyebabkan wanita selalu ditinggal mati suami.

Sedangkan istri ketiga berasal dari Cirebon, juga masih kerabat Kerajaan Cirebon. Orang sakti pada zaman dulu dihargai warga sehingga dapat jodohnya pun dari kalangan atas. Kalau sekarang yang bikin ‘”sakti” itu uang.

Ketika Saridin meninggal dunia di desa Miyono –rumah istri tertua- untuk ritual selamatan, istrinya ingin menyembelih kerbau satu-satunya. Namun  kerbau itu tidak mempan oleh sembarang jenis senjata tajam. Dan kerbau itu baru bisa disembelih dengan pusaka Treg Ganjing yang sudah jauh-jauh hari dipersiapkan Saridin.

Setelah kerbau dipotong, dagingnya dibagi-bagikan kepada tetangga. Kesaktian kerbau landhoh milik Saridin terlihat ketika suatu hari ada kusir andhong yang mengambil bagian dari potongan kulit kerbau yang untuk kemben (sabuk) kuda.

Namun, begitu diberi kemben dari kulit kerbau landhoh, kudanya lepas dan berlari tidak terkendali. Untuk menghentikan kebinalan kuda itu ditempuh beberapa cara dan selalu gagal. Bahkan, ketika pemiliknya mengayunkan kapak pun tidak menyebabkan terluka.

Setelah diteliti, ternyata sumber kebalnya dari kulit kerbau landhoh, yang menempel dibadannya. Sejak itu kulit kerbau landhoh banyak diperebutkan. Menurut sejarahnya, kulit itu banyak beredar di Pati, sebagian di wilayah utara, sedangkan penduduk Miyono sendiri tidak mengetahui hal itu karena kusirnya yang mengambil potongan kulit kerbau landhoh itu warga dari utara desa Miyono.

Baca juga Jimat Alam Jimat Buatan – I

Setelah kelihatan kesaktiannya, sebagian dari kulit itu dibawa ke Mataram oleh istri  kedua, dan sebagian lagi ke Cirebon oleh istri ketiga. Dapat disimpulkan bahwa Mataram, Cirebon dan Pati masih menyimpan kerbau landhoh.

Saya tidak tahu pasti apakah legendha itu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangankan sejarah yang sudah ratusan tahun silam. Seputar sejarah perjuangan Indonesia yang pelakunya masih hidup juga ada bagian yang ditutupi dan yang didramatisasi.

Budaya mengutak-atik sejarah itu bagian dari hobi kita. Bahkan tetangga saya yang berpendidikan SLTP pun mengatakan, tiap ganti presiden, ganti pula sejarah nasionalnya.