HASIL penelitian tentang jimat atau benda-benda bertuah, dengan getaran tenaga dalam pernah saya lakukan. Tiga tongkat yang saya tancapkan di tanah, ketika saya beri getaran jurus tendet (menekan) penyerang tidak mampu mendekat dan tubuhnya tertekan ke bawah.
Tongkat kedua saya aliri getaran jurus tolak (dorong), saat diserang, penyerangnya terdorong ke arah belakang. Agar penelitian itu fair, penyerang matanya saya tutup.
Melihat hasil penelitian ini, saya meyakini bahwa sebuah energi dapat saja ditransfer ke sebuah benda. Artinya, upaya “meniup” jimat, susuk, atau benda apa pun namanya, sebenarnya hanya dapat diterima dari sisi yang fisik (budaya).
Saya mulai “menerima” keberadaan jimat itu dari sisi yang tidak harus dikaitkan dengan kekuatan gaib. Semua makhluk diberi karunia oleh Tuhan. Misalnya, sekelompok berang-berang (sejenis anjing yang hidup di air).
Ketika raja pada kelompok itu akan mati, dari mulutnya keluar batu akik yang diperebutkan berang-berang yang lain. Dan berang-berang yang berhasil menelan benda itu menja sakti dan menjadi raja di kelompoknya.
Tradisi ini juga ada pada babi hutan, yang berhasil mendapatkan jimat “rantai babi” yang menjadi raja babi dan ia kebal dari senjata.
Jika kalangan hewan yang dinajiskan saja diberi karunia oleh-Nya, maka tidak mustahil hal itu juga diberikan kepada manusia. Maka, tidaklah mustahil jika manusia yang punya jimat ampuh, itu lalu dapat derajat dalam waktu singkat.
Lolohan Gotri
Saya pernah mencari “kebenaran” mitos yang berkembang. Saya pernah mendatangi orang pintar yang biasa melayani loloh. Konon, siapa yang menelan gotri atau cuilan baja dari wajan bekas, katanya, kebal! Dan benda yang ditelan itu hancur, dan menyatu dalam darah dan yang menelan menjadi sakti.
Saya meneliti metode itu. Saya mendatangi orang yang biasa melayani lolohan gotri. Dua hari kemudian, saya ke rumah sakit untuk rontgen. Dan hasil dari rontgen, gotri tidak lebur menjadi darah, dan masih di usus besar. Posisi satu gotri di bagian atas, gotri lain mendekati anus. Satu gotri lagi hilang, diperkirakan sudah keluar.
Hari keempat, saya BAB di kaleng besar biskuit yang sudah saya lubangi dengan paku besar, lalu menyemprot dengan air. Pada hari keempat dan kelima, saya menemukan dua gotri.
Hasil temuan itu saya laporkan kepada teman yang biasa melayani menelan gotri, dan dia meyakini berkata, “Mas, ilmu itu tidak dapat diteliti secara ilmiah. Karena tujuanmu untuk penelitian, maka energi ilmu itu tidak mau menghancurkan gotrinya.”
Cuilan Baja
Penelitian kedua tentang ilmu loloh, saya mendatangi tabib Aulia di Surabaya. Saya mengutarakan sering pegal-pegal di punggung. Dia menyarankan saya menelan cuilan baja dari wajan bekas berbentuk lancip, antara 1-1,5 cm.