Oleh: Budi Setyo Purnomo
HARI ini, 1 April 2023, merupakan peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-90. Sebuah peringatan yang sangat penting, dimana akhlak anak bangsa ke depan dipertaruhkan.
Betapa tidak, penyiaran sebagai roh pembentukan karakter bangsa lewat konten isi siaran, baik televisi maupun radio, harus berbenturan dengan kepentingan industri itu sendiri.
Pengakuan tanggal 1 April sebagai Hari Penyiaran itu sendiri, juga tidak mudah. Butuh proses Panjang.
Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) ditetapkan pertama kalinya oleh Presiden RI Joko Widodo, pada tahun 2019, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019, tentang Hari Penyiaran Nasional.
Hari Penyiaran Nasional pada 1 April ini, ditetapkan atas pertimbangan bahwa, pada tanggal tersebut atau tepatnya 1 April 1933, merupakan hari dibentuknya radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Solo, Jawa Tengah. SVR diprakasai oleh KGPAA Mangkunegoro VII, yang melihat perlunya media pemersatu dan perjuangan bangsa.
Artinya, SRV merupakan radio pertama yang dimiliki oleh orang Indonesia. Tentu saja semangat penyiaran Nasional akan terus berberkembang, seiring dengan keniscayaan teknologi yang tidak dapat dibendung.
Transformasi penyiaran di era disrupsi digital, harus menjadi tujuan utama pelaku industri penyiaran maupun regulator, dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia.
* * * * *
Tantangan penyiaran akan semakin besar, sebab digitalisasi informasi akan semakin mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi, yang mana membutuhkan pengawasan secara berimbang.
Penyiaran digital jelas memunculkan lebih banyak saluran televisi, dan terjadi persaingan serta kompetensi konten. Suka atau tidak suka, industri media penyiaran saat ini sudah memasuki babak baru, sehingga harus bertransformasi. Sebab pada sisi lain, penyiaran harus memengang prinsip berkeadilan, dengan menerapkan digital Over The Top (OTT).
Bagi stakeholder penyiaran, momentum transformasi penyiaran di era digital menaruh harapan pada media penyiaran, baik televisi maupun radio, mampu menghadirkan konten siaran yang baik dan inspiratif.
Media penyiaran juga masih tetap dapat menjadi sumber rujukan yang kredibel. Media penyiaran telah memainkan peran sebagai media penjernih informasi (The Clearance of Information), di saat banjirnya informasi “keruh” yang banyak ditemukan di media sosial (medsos).
Masyarakat berharap, persaingan dan kompetensi konten dapat menghasilkan siaran yang berkualitas. Dalam perkembangannya, media penyiaran tentu harus mampu beradaptasi menghadapi gempuran penyiaran melalui platform digital.
Keberadaan media platform YouTube, hingga melahirkan pembuat konten (content creator) video, berhasil menarik perhatian khalayak atau masyarakat. Selain itu, munculnya beragam media penyiaran yang berbasis aplikasi, seperti TV streaming, baik televisi maupun radio, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi media penyiaran konvensional.