Era internet
Tidak terasa, sudah hampir 25 tahun reformasi berjalan, diteruskan melejitnya penggunaan internet di Indonesia, dunia penyiaran mengalami perubahan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis, ke taraf yang lebih maju.
Jika dahulu konten penyiaran televisi menjadi primadona dan selalu ditunggu-tunggu informasi kredibel dan aktualnya, kini masyarakat beralih ke internet. Karena selain lebih cepat, juga lebih mudah diakses melalui genggaman tangan.
Kini sebaliknya, karena televisi sebagai medium mengalami disrupsi, konten yang dibawakan pun bergeser mediumnya, dan mengalami disrupsi format.
Terjadi persaingan keras guna mendapatkan kue iklan pada industri penyiaran, terutama televisi, yang menggunakan rating dan share sebagai alat ukur atau acuan program yang dianggap “favorit”, dan program apa yang jarang ditonton. Boleh jadi “dewa rating” JB Nelson, akan tetap menjadi tolok ukur.
Dalam beberapa kasus, konten sinteron, reality show, dan variety show, kerap mendapat hujatan dari kalangan masyarakat, karena nuansa alur ceritanya sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa. Namun toh tetap menjadi program unggulan.
Bahkan bertahan untuk tetap berkualitas, industri penyiaran (seperti stasiun televisi), dalam sejumlah programnya, justru menayangkan ulang konten media sosial, situs web dan aplikasi berbagi video YouTube, yang dibahasakan kembali oleh narator pengisi suara, demi mengejar sebanyak mungkin pemirsa.
Akibatnya, narasi pengetahuan publik kini pekat oleh jenis hiburan dan informasi yang kurang berkualitas. Bahkan memiliki berbagai bias dalam akurasi konten maupun arah penyajiannya.
* * * * *
Dalam era dimana publik juga memproduksi informasi dan informasi itu dikemas ulang oleh lembaga penyiaran, maka hasilnya adalah narasi yang pekat dan bias di ruang publik digital.
Tugas pengendalian konten informasi dan hiburan yang dibebankan kepada KPI sebagai regulator UU 32/2002, tentu saja semakin berat. Apalagi penyiaran tahun depan berhadapan dengan Pemilu, yang membutuhkan pengawasan ekstra ketat.
Pemilihan agenda setting penyiaran, mengacu kepada kemampuan media massa mengarahkan perhatian khalayak, terhadap isu-isu tertentu. Peran KPI sebagai agen pengawas konten siaran sebelum tayang, memiliki porsi yang strategis. Kehadiran lembaga ini memunculkan kewaspadaan para pelaku insdustri penyiaran, ketika akan memproduksi konten siaran.
Pada musim kompetisi pemilihan umum, konsentrasi kepemilikan media pada sekelompok elite ekonomi, sejumlah konglomerat, menjadi bagian yang tak terpisahkan. Apalagi salah satunya adalah pemilik media dengan skala Nasional.
Namun penulis percaya, bersama masyarakat peduli penyiaran, refleksi Hari Penyiaran Nasional ini menjadi afirmasi positif, bahwa dunia penyiaran ke depan akan jauh lebih baik. Semangatnya adalah, Abhipraya Pawarta, siarkan kebenaran tebarkan harapan.
Selamat Hari Penyiaran Nasional.
— Budi Setyo Purnomo, Ketua KPID Jateng 2014-2021 —