blank
Pengamat Kebijakan Publik, Pudjo Rahayu Risan. Foto: Dok/SB

Aspek sosiologis, aspek ini sangat krusial. Idealnya sebuah kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah dalam hal ini Permendag No. 40/2022 diterima oleh sebagian besar rakyatnya. Pada aspek ini justru penolakan keras terutama pedagang kecil termasuk yang menjadi perhatian pemerintah, dimana selama ini menggantungkan hidup dari berjualan pakaian bekas impor.

Intinya dari aspek sosiologis, ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan yang merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah melarang impor pakaian bekas dari luar negeri. Bisa dihitung orang yang bersinggungan dengan fenomena pakaian bekas impor, seperti yang mendatangkan (importir) walau illegal, tanpa menuduh bisa importir yang legal karena oknum bisa lolos, sampai ke padagang dan pembeli. Mereka merasa dirugikan. Intinya dari proses hulu (yang mendatangkan) sampai hilir yaitu penjual dan pembeli terkena dampaknya.

Sejatinya secara sosiologis tercipta hukum ekonomi antara permintaan dan penawaran. Sepanjang masih ada permintaan, penawaran akan tetap tersedia walau melanggar regulasi. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, masuknya baju impor bekas ke Indonesia biasanya masuk via darat dan laut, dan terjadi di beberapa lokasi.

Nirwala mengatakan, ada 6 titik rawan masuknya pakaian impor bekas di Indonesia, yakni di Pesisir Timur Sumatera, Batam, Kepulauan Riau. Serta di perbatasan Kalimantan, utamanya di Kalimantan Barat, seperti Jagoi Babang, Sintete, dan Entikong.
Modusnya pun, kata Nirwala berbeda-beda. Misalnya ada yang via pelabuhan tidak resmi dengan modus disembunyikan pada barang lain (undeclare).

“Perbatasan Kalimantan, utamanya di Kalimantan Barat seperti Jagoi Babang, Sintete, Entikong dengan modus menyembunyikan pakaian bekas pada barang pelintas batas, barang bawaan penumpang, atau menggunakan jalur-jalur kecil melewati hutan yang sulit terdeteksi oleh petugas,” kata Nirwala dalam keterangan tertulisnya belum lama ini.

Aspek filosofis, dengan kebijakan pemerintah melarang masuk barang bekas pakaian dari luar negeri diharapkan perekonomian menjadi baik. Dari aspek kesehatan juga terjamin karena barang bekas sangat terbuka membawa bakteri yang bisa menggangu kesehatan masyarakat. Kedepan juga semua pihak menjadi taat hukum, patuh terhadap regulasi yang berlaku.

Yang masih menjadi PR adalah menangani dampak dilarangnya impor pakaian bekas dan sejenisnya. Mereka juga datang dari golongan ekonomi lemah yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Salah satu solusi jangka pendek, penegakkan hukum dari hulu. Pintu-pintu masuk yang illegal betul-betul ditangani dengan tegas. Termasuk juga importir legal yang “nakal” memanfaatkan permintaan yang tinggi terhadap pakaian bekas impor, menciptakan penumpang (barang) gelap disela-sela impor yang memang legal dan dibutuhkan tidak melanggar ketentuan regulasi.

Disinilah peran Bea Cukai sangat strategis untuk menjaga barang masuk, sesuai ketentuan baik prosedurnya maupun kontennya.

Pudjo Rahayu Risan, Pengamat Kebijakan Publik.