blank
Dekan Fakultas Kedokteran UNS Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K), FISR. (Dua dari Kiri) sedang menyampaikan paparan ketika menjadi narasumber dalam launching buku Tuberkulosis dengan judul “Sitokin dan Kemokin Biomarker Tuberkulosis Laten, Minggu ( 19/3). FOTO:Bagus Adji

SURAKARTA (SUARABARU.ID)-Penyebab penyakit tuberkulosis (TB) sudah diketahui satu setengah abad silam dan obatnya pun telah ditemukan tahun 1940-an.

Namun hingga kini tuberkulosis masih menjadi masalah di dunia, termasuk juga di Indonesia.

Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memperkenalkan Biomarker Sitokin dan Kemokin yang dapat digunakan mendiagnosis Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB)

Salah satu permasalahan untuk mendeteksi ILTB adalah tentang alat diagnostik yang akurat tetapi terjangkau masyarakat.

“Tuberculin skin test (TST) atau pemeriksaan interferon gamma-release assay (IGRA) belum memenuhi persyaratan seperti itu,” kata Dr. dr. Bobby Singh, Sp.P, M.Kes, FISR, FAPSR dan Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K), FISR. ketika menjadi narasumber dalam launching buku tuberkulosis dengan judul“Sitokin dan Kemokin Biomarker Tuberkulosis Latent, Minggu ( 19/3/2023).

Dalam kegiatan yang digelar Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UNS, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K), FISR memaparkan Indonesia saat ini menempati peringkat kedua dunia dengan beban kasus terbanyak setelah India, yaitu 312/100.000 penduduk.

Sedangkan angka kematian mencapai 34/100.000 penduduk. WHO menetapkan eliminasi TB sampai tahun 2030 dengan menurunkan jumlah kasus 80 persen dan jumlah kematian 90 persen dibandingkan tahun 2015.

Target program penanggulangan TB nasional adalah eliminasi TB pada tahun 2035 dan bebas TB pada tahun 2050.

Infeksi TB Laten juga menjadi prioritas meskipun ada beberapa hal menjadi permasalahan. Di antaranya adalah bagaimana alat diagnostik untuk infeksi yang akurat dan terjangkau

Upaya untuk mendapatkan alat diagnostik akurat telah dilakukan dengan melakukan penelitian guna mendapatkan biomarker infeksi TB Laten yang lebih baik dari IGRA maupun TST.

“Launching buku Tuberkulosis ini bertujuan mengenalkan kepada praktisi kesehatan mengenai biomarker sitokin dan kemokin yang dapat digunakan mendiagnosis ILTB. Sehingga dapat segera diberikan pengobatan tepat sekaligus mensukseskan program WHO dan nasional dalam pemberantasan tuberkulosis di Indonesia serta dunia”, kata Prof Dr Reviono yang juga Dekan Fakultas Kedokteran UNS.

Mantan Dirjen di Kemenkes dan Mantan Direktur WHO. Prof,Dr,dr Tjandra Yoga Aditama Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE,FISR dan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan dokter Paru Indoneisa Prof Dr dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K), FISR, FAPSR yang juga hadir memberikan tanggapan senada.

Dikemukakan, TB sudah 141 tahun tidak hilang di dunia dan Indonesia. Salah satu alasannya karena masih banyak TB Latent.

Sitokin dan Kemokin merupakan hasil tes disertasi Dr. dr. Bobby Singh, Sp.P, M.Kes, FISR, FAPSR dengan pembimbing Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K), FISR tentu merupakan terobosan yang dilakukan FK UNS untuk membantu dunia untuk mendiagnosis TB Laten.
Bagus Adji