blank
Ilustrasi. Foto: pixabay

Oleh: Mubarok MSi

blankTAHUN 2024 akan menjadi tahun politik bagi bangsa Indonesia. Pemilihan umum yang akan dihelat pada 14 Februari 2024 tersebut, akan serempak dari pusat sampai daerah.

Tulisan ini akan berawal dari penelitian Linden (2021), tentang komunikasi politik lokal di era media hybrid. Hasil penelitian menggambarkan perubahan dari ekosistem media dan pengaruhnya terhadap kehidupan komunikasi politik di daerah.

Penelitian yang dilakukan di Norwegia dan Swedia ini, menghasilkan beberapa temuan. Pertama, ekosistem media jelas berubah. Perkembangan teknologi komunikasi mengubah kehidupan dan ekosistem media.

Media cetak seperti koran dan majalah ditinggalkan pembacanya. Masyarakat mengkonsumsi media online yang lebih cepat, mudah diakses dan lebih murah. Salah satu dampaknya terhadap kehidupan politik lokal adalah, hilangnya pengaruh dari media cetak terhadap keputusan-keputusan rasional dari pemilih.

Dampaknya, para kontestan politik membentuk tim komunikasi yang mampu menangani kondisi tersebut. Mereka memastikan, bahwa konten politik yang dibuat, bisa ditempatkan di media yang tepat.

Harapanya, mampu menjangkau target pemilihnya, sehingga bisa memenangkan kontestasi pemilihan. Kemampuan pembuat konten, perencana media, analis media sangat dibutuhkan dalam tim pemenangan para kontestan.

Temuan kedua dari penelitian Linden (2021) adalah, perkembangan hiperlocal media. Media nasional yang memiliki kemampuan finansial, membangun jaringan media sampai daerah. Berita, iklan dan konten politik yang dipasok ke media nasional bisa didistribusikan ke berbagai daerah sesuai pesanan para kontestan politik.

Sebagai contoh, seorang kandidat yang memiliki basis pemilih di Jawa Tengah bisa menggunakan jaringan hiperlocal media. Dengan memasukkan konten ke media induknya di skala nasional, maka konten tersebut bisa didistribusikan ke media daerah yang menjadi jaringan.

* * * * *

Kondisi ini secara alamiah menjadi medan perebutan antara media lokal dan media nasional, dalam memperoleh iklan politik. Tawaran dan keunggulan yang dihadirkan oleh masing-masing media, akan menentukan pilihan para kontestan. Apakah mereka akan memilih media lokal yang kuat dan mengakar, atau media nasional yang berjaringan luas.

Ketiga, konten yang dibuat oleh para kontestan politik harus bisa masuk dalam berbagai platform media. Artinya, harus bisa diakses di berbagai piranti seperti telepon seluler, web, atau laman resmi.

Disinilah peran penting dari tim konten para kontestan politik dibutuhkan. Para kontestan politik harus luwes menjadi aktor di berbagai platform. Mereka harus bisa tampil di media resmi maupun sosial media, yang memiliki perbedaan karakteristik dan tampilan.

Temuan yang keempat, menurut saya yang paling relevan, yaitu peran media dalam demokratisasi. Perubahan ekosistem adalah sebuah keniscayaan, tetapi esensi peran media semestinya tidak hilang.

Peran media dalam proses demokratisasi, yaitu: menyediakan informasi yang bisa menjadi pertimbangan secara rasional bagi para pemilih. Dalam konteks politik di daerah, peran media untuk menjaga kearifan politik lokal sangatlah penting.

Konten yang dihasilkan media lokal diharapkan bukan sekadar propaganda kepentingan politik. Konten yang sehat akan menjadi amunisi positif bagi para pemilih. Ketersediaan informasi yang benar, berimbang, dan produktif, akan membantu perkembangan proses demokratisasi di daerah.

Muaranya, diharapkan terpilih para pemimpin yang kredibel dan memiliki kemampuan dalam memimpin di daerahnya.

Mubarok MSi, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unissula Semarang