blank
Padi PB01 siap diujicoba hasil panennya dengan menggunakan pupuk cair organik. Foto: Kudnadi Saputro Blora

“Pak Hariyanto memberikan tantangan untuk meningkatkan produksi padi yang saya kembangkan yaitu PB 01, agar bisa panen sebanyak lebih dari 10 ton per hektar, dengan menggunakan POC produknya, kalau berhasil PT Agri Graha Group akan membantu mengupayakan sertifikasi benih di Balai Benih Kementan,” ucap Hadi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Haryanto, bahwa pihaknya siap membantu petani Blora, untuk menyehatkan lahannya dan meningkatkan produk tanaman pangan yaitu padi, jagung, kedelai, tebu dan tanaman hortikultura lainnya, termasuk peternakan serta perikanan darat, dengan formulasi pakan ternak yang dibuatnya.

Permasalahan distribusi pupuk yang terus berulang, ditambah penurunan jumlah subsidi yang mencapai 60%, serta penyalahgunaannya, yang diduga disalurkan ke sektor perkebunan tebu dan lahan – lahan lain, yang tidak masuk RDKK, adalah bentuk – bentuk carut marut pupuk yang merugikan para petani kecil se Indonesia, termasuk di Blora.

Di satu sisi, ketergantungan pupuk kimia masih tinggi di kalangan petani, yang berakibat berapapun harga jual pupuk melebihi harga eceran tertinggi di pasaran, akan mereka beli, demi menyelamatkan areal sawahnya, untuk ketahanan pangan domestik mereka.

Kegagalan Panen

Sementara di sisi yang lain, faktor kesuburan tanah yang terus menurun, akibat penggunaan pupuk kimia yang berlangsung lama, dan dalam jumlah yang besar, turut menjadi penyebab gagalnya panen dalam jumlah yang besar. Hal itu diungkapkan oleh Peneliti dari PT Adri Graha Group Jakarta, Hariyanto saat berkunjung di Blora.

blank
Padi PB01 siap diujicoba hasil panennya dengan menggunakan pupuk cair organik. Foto: Kudnadi Saputro Blora

Dalam kunjungan dan pengamatannya di Kecamatan Kedungtuban, mengatakan areal sawah di Blora dalam kondisi kritis dan rusak, perlu segera mendapatkan penanganan, untuk mengembalikan kesuburannya dengan menggunakan pupuk organik.

Produk Pangan Menurun

Selain kerusakan areal persawahan, kerusakan ekosistem juga terimbas, dan hama yang merajalela, turut mengancam turunnya produksi pangan petani di Blora, termasuk areal persawahan di wilayah Kedungtuban, sekitar 500 hektar lebih, belum di wilayah Kecamatan Kradenan dan Cepu yang termasuk lumbung pangan Jawa Tengah.

Hal ini harus segera ditangani secara real oleh Pemerintah Kabupaten Blora, melalui Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DP4) Kabupaten Blora, tidak hanya mengimbau penggunaan pupuk organik, tanpa disertai pendampingan anggaran dan penyuluhan, demi ketahanan pangan daerah dan nasional.

Anggaran Demplot

Untuk mengurangi ketergantungan pupuk kimia di Blora, sekaligus mengembalikan kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk organik, Pemerintah Kabupaten Blora diharapkan bisa anggarkan biaya demplot pertanian pangan organik

Sungguh tidak dapat dibayangkan, apabila terjadi kegagalan panen yang meluas, akibat rusaknya lahan sawah di Blora, untuk wilayah yang menjadi lumbung pangan, yang panen setahun tiga kali, lalu bagaimana dengan areal persawahan tadah hujan, perlu diperhatikan dengan serius, dengan anggaran untuk demplot pertanian organik, minimal per satu hektar.

Sehingga para petani akan terbantu, untuk mewujudkan pertanian organik tidak menjadi beban mereka, justru memiliki dampak ganda, yaitu menghasilkan panen yang berlimpah dan menyehatkan untuk dikonsumsi, kemudian menurunkan ketergantungan pupuk kimia, serta mengubah pola tanam menggunakan pupuk organik.

Ini dimaksudkan untuk mengembalikan kesuburan tanah, sehingga petani sadar, dan bisa menggalakkan pertanian organik di lahannya masing – masing.

Kudnadi Saputro