blank
Ilustrasi/sumber gambar : kabarserasan.com

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

HIDUP ini memang harus warna-warni, penuh warna; jika tidak,  siapapun akan mudah bosan. Mengapa orang suka melancong, bepergian ke manapun? Jawabannya tentu karena orang akan dapat melihat warna-warni kehidupan, termasuk warna-warni semesta yang dominan ditampilkan oleh flora.

Lain alam semesta, lain pulalah warna kehidupan manusia, yang warna-warni perilakunya menarik untuk dibahas. Contohnya, tidak akan membosankankah manakala kita berhadapan dengan orang yang serba bersikap mung kanggo abang-abang lambe saja? Apa ini maksudnya?

Ungkapan mung kanggo (dinggo) abang-abang lambe mengandung arti sekedar pemerah bibir, hanya berkata-kata manis belaka tanpa harus ada kewajiban untuk membuktikannya. Kalaupun kata-katanya itu berupa janji, ya orang sekedar janji saja, sekedar mengucapkannya belaka namun nantinya tidak harus ada pembuktiannya. Dinggo abang-abang lambe juga bermakna lamis, manis di bibir tetapi lain di hati apalagi di kenyataan tindakannya.

Mengapa?

Mengapa ada saja pihak-pihak yang omongane mung kanggo abang-abang lambe, padahal dia yang omong itupun sadar betapa yang diomongkan itu tidak akan dilakukannya? Alasan pertama tentu saja karena omong sekedar pemanis mulut adalah hal yang paling gampang terkatakan dan dilakukan.

Baca Juga: Abang-Abang Ora Legi

Siapapun bisa dan mudah. “Jangan sekarang, tetapi kelak kalau aku mudik lagi, pasti aku singgah ke rumahmu. Pasti deh!” Apakah kata-kata penuh janji semacam itu menuntut harus ditepati? Tidak. Apakah mengandung sanksi manakala tidak terpenuhi? Tidak.

Apakah janji semacam itu mengandung suatu kebohongan? Tidak. Apakah teman yang dikasih janji semacam itu kelak merasa dilecehkan bila temannya tidak berkunjung? Tidak. Intinya, janji manis biarlah berlangsung terus, dan tidak akan ada efek apapun di masa depan.

Alasan kedua, omongan mung kanggo abang-abang lambe sering diluncurkan untuk “segera menyelesaikan urusan” saat itu. Katimbang berkepanjangan urusannya, sudahi saja dengan kata-kata manis pemanis bibir; dan biasanya pihak yang menerima kata-kata manis itu pun lalu mereda marahnya (jika saat itu marah), atau segera merasa terhibur (jika saat itu sedih).

Kelak kemudian hari, kata-kata manis model seperti ini sangat mungkin akan “ditagih” dan pemecahannya juga lewat kata-kata manis lainnya yang barangkali akan lebih manis… lagi. Estafet abang-abang lambe.  

Alasan ketiga, kata-kata manis mung dinggo abang-abang lambe mudah meluncur (dan diderita) oleh dia atau mereka yang ingin terbebas hidupnya dari penderitaan yang terus menerus menimpanya.

Munculnya kata-kata manis dari individu semacam ini akan menjadi beda-beda tipis dengan halusinasinya. Orang halu sangatlah mungkin mudah meluncurkan ungkapan-ungkapan manis, serba lip service apalagi dilengkapi dengan lipstick tebal di bibirnya yang nan manis itu. Jenis ketiga ini sudah barangtentu sangat berbahaya, apalagi kalau diderita oleh orang-orang yang saat ini sedang “nyalon” atau “dicalonkan,” misalnya.

Mengapa berbahaya? Abang-abang lambe model janji lip service  semacam ini sering berkaitan dengan kepentingan hajad hidup orang banyak yang sudah barangtentu sangat diharapkan oleh orang banyak juga. Berdosalah abang-abang lambe model begini.

Bagaimana Harus Berjanji?

Dalam konteks pemilu contohnya, siapapun atau  lembaga manapun sering tidak dapat terhindar dari rencana ke depannya, pikiran-pikiran besar yang sedang dibangunnya, dan sebagainya. Dalam arus besar seperti itu, pasti perlu ada langkah-langkah yang akan dilakoninya, dan muncullah “janji.”

Baca Juga: Gajah Diblangkoni

Janji itu akan terhindar dari mung kanggo abang-abang lambe, ora dosa, asal saja (a) janji itu tertulis dan terintegrasi ke dalam perencanaan makronya; (b) tidak menjadikan rakyat sebagai objek belaka; dan (c) tetulis juga langkah-langkah strategis yang akan dilakukannya kelak (manakala menang, misalnya).

Dinggo abang-abang lambe rupanya akan semakin mendalam analisisnya kalau para pihak yang sebentar lagi akan kampanye berkaitan atau sesuai dengan fase-fase pemilu juga bersedia menguraikannya dari sisinya. Ayo… ramai-ramai mengulas ungkapan abang-abang lambe untuk “mengurangi dosa masal.”

(JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang)